BI: Siapa pun Presidennya, Ekonomi Tetap Melambat

Reporter

Senin, 11 Mei 2015 13:23 WIB

Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, London- Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Mirza Adiyaswara memberikan informasi perihal perkembangan perekonomian Indonesia terkini kepada alumnus Universitas Indonesia di Inggris. Menurut Mirza, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat saat ini lebih karena pengaruh beberapa faktor eksternal.

Cina, yang merupakan pasar utama dari produk ekspor Indonesia, pertumbuhannya melambat. Selain karena ekonomi Cina yang melambat, faktor lain melambatnya perekonomian adalah komoditas ekspor Indonesia mendapat pesaing baru, sehingga harga komoditas unggulan seperti baru bara, yang pada 2007 adalah US$ 150 per ton, sekarang hanya US$ 50 per ton.

Kemudian harga minyak sawit tahun ini turun hingga 50 persen dari 2007. Belum lagi harga minyak mentah yang dulu mencapai US$ 100 per barel sekarang tinggal US$ 50-60 per barel. “Jadi, terlepas siapa pun presidennya, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat karena ekspor turun drastis,” ujar Mirza pada Sabtu, 9 Mei 2015.

Acara ini didahului dengan makan malam di Restoran Nusa Dua, London, dilanjutkan dengan pemaparan dari Ketua Alumni UI Inggris Raya Rizal Djafaara, yang juga Kepala Perwakilan BI di Eropa, mengenai sejarah berdirinya Ikatan Alumni UI Inggris Raya.

Turut hadir, 30 alumnus UI yang merupakan diplomat, pegawai BI, eksekutif, dan para mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di berbagai universitas di Inggris. Di awal paparannya, Mirza menjelaskan bahwa struktur utang Indonesia saat ini berbeda dibandingkan dengan masa Orde Baru, saat negara maju dan lembaga donor, seperti IMF serta Bank Dunia, dominan dalam memberikan utang.

Saat ini yang paling besar membeli surat utang pemerintah adalah investor keuangan swasta, termasuk dari luar negeri. "Untuk itulah, kami dari BI, Kemenkeu, dan lembaga lain secara berkala berkunjung ke pusat-pusat keuangan di dunia (termasuk London) untuk memberikan info terbaru terkait dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini kepada para investor asing," ucap Mirza.

Selain itu, tantangan berikutnya adalah masalah kurs mata uang rupiah yang menurun 3-4 persen. Sebenarnya ini merupakan tren global, karena nilai mata uang euro juga melemah 13 persen pada tahun ini. Hal yang sama dialami Kanada, yang nilai mata uangnya menurun 6 -7 persen.

Menurun dia, menurunnya kurs mata uang tersebut merupakan akibat dari menguatnya mata uang dolar Amerika Serikat. Hal ini terkait dengan rencana bank sentral untuk menaikkan suku bunga yang sudah rendah, yakni sebesar 0,25 persen menjadi 2,5 persen atau sama dengan level sebelum krisis global tahun 2008.

“BI mencoba menjaga tingkat suku bunga yang optimal untuk mencegah arus modal keluar dari Indonesia,” tutur Mirza.

Kondisi ini membuat BI tidak bisa serta-merta menurunkan suku bunga terlalu rendah karena akan tidak lagi atraktif bagi investor. Selain itu, inflasi Indonesia yang masih di atas 6,5 persen membuat suku bunga juga dijaga pada kisaran 7 persen ke atas, agar bisa menahan inflasi tinggi.

“Kita berharap, dengan membaiknya kondisi ekonomi Eropa tahun ini serta peningkatan pertumbuhan ekonomi Cina pada 2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat lebih tinggi pada pertengahan 2016," ucap Mirza.

VISHNU JUWONO (LONDON)

Berita terkait

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

13 menit lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

13 jam lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

1 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

Hadiri WEF, Airlangga Beberkan Tantangan RI Ciptakan Lapangan Kerja

1 hari lalu

Hadiri WEF, Airlangga Beberkan Tantangan RI Ciptakan Lapangan Kerja

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bicara besarnya tantangan Indonesia di bidang tenaga kerja, khususnya dalam hal penciptaan lapangan kerja.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

1 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

1 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

2 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

4 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

4 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

4 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya