TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Fauzi Ichsan, menilai saat ini Bank Indonesia menghadapi dilema, menggerakkan pertumbuhan ekonomi dengan suku bunga yang rendah atau tetap melakukan kebijakan moneter yang ketat.
Fauzi menjelaskan, pada satu sisi, pemerintah menginginkan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan meminta Bank Indonesia menurunkan tingkat BI Rate. Namun, saat yang sama, BI tidak bisa menurunkan suku bunga dengan mudah. "Ini memang dilema Bank Indonesia," kata Fauzi di Jakarta, Jumat, 13 Februari 2015.
Saat kampanye pemilihan presiden lalu, Joko Widodo menjanjikan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen per tahun. Namun, ujar Fauzi, jika pertumbuhan ekonomi ditarget setinggi itu, otomatis impor modal dan bahan baku juga akan meningkat. Kondisi ini otomatis mendorong defisit neraca transaksi berjalan Indonesia semakin melebar. "Rupiah bisa semakin terpuruk," ucap Fauzi.
Saat yang sama, nilai ekspor tidak bisa dinaikkan secara tajam karena 60 persen ekspor Indonesia dalam bentuk komoditas. Padahal harga komoditas juga diperkirakan tidak akan naik tajam.
Karena itu, kata Fauzi, satu-satunya cara mengelola ekonomi dengan baik adalah mengerem laju pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, BI menerapkan suku bunga yang cukup tinggi, yakni 7,75 persen.
BI sendiri sempat menahan suku bunga acuan di level 7,5 persen selama 13 bulan sampai November 2013 untuk mempertahankan defisit transaksi berjalan tidak semakin melebar. Namun, ketika pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak pada bulan yang sama, BI langsung merespons dengan menaikkan suku bunga acuan 0,25 persen menjadi 7,75 persen.
ANTARA | IQBAL MUHTAROM
Berita terkait
CIMB Niaga Belum Naikkan Suku Bunga Usai BI Rate Naik
5 jam lalu
Bank CIMB Niaga belum berencana untuk menaikkan suku bunga, setelah BI menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25 persen.
Baca SelengkapnyaKenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit
7 jam lalu
Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.
Baca SelengkapnyaBI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit
9 jam lalu
BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Baca SelengkapnyaBI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini
22 jam lalu
BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca SelengkapnyaBI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini
2 hari lalu
BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.
Baca SelengkapnyaEkonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025
3 hari lalu
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.
Baca SelengkapnyaZulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi
3 hari lalu
Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.
Baca SelengkapnyaSehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187
3 hari lalu
Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.
Baca SelengkapnyaPengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan
3 hari lalu
BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.
Baca SelengkapnyaIHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia
4 hari lalu
IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.
Baca Selengkapnya