TEMPO.CO, Mataram - Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia Juda Agung mengatakan, ke depannya, faktor harga pangan akan lebih banyak menyumbang inflasi ketimbang harga bahan bakar minyak. “BBM tidak lagi menjadi penyebab utama gejolak inflasi,” ujar Juda di Senggigi, Lombok, Jumat, 30 Januari 2015.
Menurut Juda, bahan bakar minyak tidak lagi diperhitungkan sebagai penyumbang tertinggi inflasi. Dia menyebut lima komoditas pangan sebagai penyumbang tertinggi inflasi, yakni beras, tongkol pindang, tomat sayur, cabai rawit, dan daging ayam ras.
Hal itu disampaikan Juda kepada tim Komisi Keuangan DPR RI yang dipimpin Gus Irawan Pasaribu yang sedang melakukan pertemuan di Senggigi, Lombok.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memprediksi inflasi pada Januari 2015 jauh lebih rendah daripada rata-rata inflasi pada bulan sebelumnya. Dia memperkirakan inflasi pada Januari lalu mencapai sekitar 0,1-0,2 persen. "Karena harga BBM bulan ini turun, jadi inflasi juga sangat rendah," tuturnya dalam acara “Peluang Perekonomian Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015" di Hotel Borobudur, Jumat, 30 Januari 2015.
Dia mengatakan Indonesia tertinggal oleh negara-negara Asia Tenggara lain terkait dengan besaran inflasi. Bambang mencontohkan, nilai inflasi Malaysia, Thailand, dan Filipina lebih rendah daripada Indonesia. Dia menyebut inflasi Filipina mencapai 2-3 persen karena di negara tersebut tidak memiliki isu kenaikan harga BBM.
"Berarti wajar inflasi mereka rendah. Jadi, kalau naik-turun, sudah terbiasa," ujarnya. "Sedangkan kita harus bolak-balik naikin harga."
Menurut dia, pada negara yang tidak mengenal subsidi BBM, tidak ada kenaikan harga signifikan yang berpengaruh pada inflasi. Indonesia, kata dia, memiliki inflasi tinggi karena adanya kenaikan harga yang dipengaruhi oleh alokasi subsidi BBM.
SUPRIYANTHO KHAFID | ALI HIDAYAT
Berita terkait
Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit
7 jam lalu
Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.
Baca SelengkapnyaBI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit
9 jam lalu
BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Baca SelengkapnyaBI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini
22 jam lalu
BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca SelengkapnyaBI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini
2 hari lalu
BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.
Baca SelengkapnyaEkonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025
3 hari lalu
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.
Baca SelengkapnyaZulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi
3 hari lalu
Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.
Baca SelengkapnyaSehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187
3 hari lalu
Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.
Baca SelengkapnyaPengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan
3 hari lalu
BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.
Baca SelengkapnyaIHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia
4 hari lalu
IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.
Baca SelengkapnyaUang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024
4 hari lalu
BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.
Baca Selengkapnya