TEMPO Interaktif, Jakarta:Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta agar pemerintah merevisi total Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) dan diajukan kembali ke DPR, karena rancangan itu dibuat tergesa-gesa dan asal-asalan. Menurut Ketua Indef M. Fadhil Hasan, penilaian Indef itu berdasarkan atas beberapa hal seperti asumsi yang tidak realistis, tidak aspiratif terhadap kepentingan orang miskin, serta berpotensi menciptakan konflik dalam kabinet.Asumsi dasar harga minyak yang menentukan berapa penerimaan dari migas dan berapa subsidi BBM yang akan dialokasikan misalnya, tidak realistis. Asumsi harga minyak rata-rata sepanjang 2005 sebesar US$ 35 per barel sangat sulit dicapai, karena harga minyak dunia saat ini sudah jauh melampaui itu, sehingga akan mempengaruhi defisit anggaran. RAPBN-P berpotensi untuk menciptakan konflik di dalam kabinet akibat perebutan anggaran antar beberapa departemen dan kementerian. Departemen yang dipecah, yakni Departemen Perindustrian dan Perdagangan menjadi Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan, anggarannya masih belum dipisahkan secara tegas.Berkaitan dengan tidak memiliki komitmen terhadap pengentasan kemiskinan dan pembangunan daerah tertinggal, ditunjukan melalui skema kompensasi yang tidak efektif dan anggaran untuk Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal yang relatif minim.Rancangan ini juga tidak menciptakan konsistensi visi misi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena masih kental dengan upaya untuk pengendalian defisit anggaran melalui pengendalian pengeluaran, yang tidak konsisten dengan asumsi pertumbuhan. Selain itu, RAPBN-P 2005 juga tidak secara jelas mencantumkan anggaran untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD). "Ini menunjukan pemerintah secara sengaja tidak mengakui keberadaan DPD. Kalau pun anggaran untuk DPD disisipkan dalam item lain, maka eksistensi DPD sebagai lembaga tinggi negara telah dikecilkan atau dianggap enteng oleh pemerintah," kata Fadhil di Jakarta hari ini. Dian ImamahTempo
Ketua Komite Tetap Perpajakan Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kadin Indonesia, Siddhi Widyaprathama, mengatakan, di penghujung 2023 ini kondisi perekonomian di Indonesia masih aman, meski ditengah gejolak yang terjadi dunia.