TEMPO Interaktif, Jakarta:Dirjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan Achmad Rochjadi mengungkapkan, penundaan pembayaran (moratorium) utang berpeluang menurunkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2005 menjadi 0,9 persen sampai 1 persen. "Dengan moratorium, defisit bisa mengecil dari 1,3 persen menjadi 0,9 persen atau 1 persen," kata Achmad di Jakarta hari ini. "Tapi itu bergantung pada kebutuhan. Pemerintah juga akan melihat perkembangan penerimaan dari pajak."Menurut dia, moratorium terdiri atas utang pokok dan bunga yang keduanya memiliki dampak berbeda dalam APBN. Bunga akan masuk dalam pos pembelanjaan, sehingga bila tidak jadi dibayarkan bisa dipindahkan ke pos pembelanjaan yang lain. Ini berbeda dengan utang pokok yang berada di pos pembiayaan, yang tidak bisa dipindahkan ke pembelanjaan bila utang itu tidak jadi dibayarkan. "Jadi, yang jelas bisa dipakai adalah bunganya dan utang pokok itulah yang bisa mengurangi defisit," tambahnya. Berkaitan dengan penggunaan dana moratorium, Achmad menjelaskan, dalam komunike Paris Club memang ada indikasi bahwa moratorium diberikan terkait dengan bencana gempa dan tsunami. Karena itu, dana tersebut terutama untuk rehabilitasi dan rekonstruksi. Namun, tidak tertutup kemungkinan pemerintah akan menggunaka dana itu untuk hal lain seperti kegiatan pemilihan kepala daerah (pilkada) dan perubahan di departemen. "Kami masih memperhitungkan hal itu. Bisa saja semuanya untuk Aceh, tapi apakah bisa terserap semua? Apa tidak sebaiknya disimpan dulu untuk tahun depan," katanya. Seperti diketahui, pemerintah Indonesia menerima tawaran penangguhan pembayaran utang dari Paris Club sebesar US$ 2,6 miliar dari total utang US$ 48 miliar. Pembayaran utang pokok dan bunga itu akan mulai dicicil selama lima tahun mulai akhir 2006. Thoso Prihamowo-Tempo
Ketua Komite Tetap Perpajakan Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kadin Indonesia, Siddhi Widyaprathama, mengatakan, di penghujung 2023 ini kondisi perekonomian di Indonesia masih aman, meski ditengah gejolak yang terjadi dunia.