Koalisi Anti Utang melakukan aksi unjuk rasa di Bundaran HI, Jakarta, Kamis, (13/08). Dalam aksi tersebut mereka menuntut pemerintah menghapus hutang luar negeri serta merubah kebijakan ekonomi. Foto: TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO,Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan jumlah utang luar negeri swasta yang terus membesar perlu diselidiki. "Utang US$ 141 miliar itu aman atau tidak," ujarnya, Kamis, 10 April 2014. (baca:Januari, Utang Luar Negeri Capai US$ 269,3 Miliar)
Dia menjelaskan, untuk mempelajari tingkat keamanan utang, sumber pinjaman pengutang harus diketahui. Robert menuturkan, jika utang dilakukan ke induk perusahaan atau afiliasi, maka penggunaan utang bisa dikatakan jelas. Masalah lain, kata dia, apakah semua utang swasta itu diberi lindung nilai (hedge) atau tidak.
Sebab, kata Robert, utang akan berisiko jika pendapatan perusahaan dalam bentuk rupiah, tapi utangnya dalam bentuk valuta asing. Perusahaan semacam ini bakal menanggung beban atas melemahnya rupiah, bunga, serta kurs. (baca:BI: Kenaikan Utang Swasta Belum Mengkhawatirkan)
Robert mengungkapkan bahwa pernah ada pemikiran untuk memformulasikan rasio utang dengan modal atau debt equity ratio (DER). "Misalnya equity perusahaan itu dua miliar, maka debt maksimalnya dua kali, supaya bisa mengerem," ujarnya. Yang dia khawatirkan adalah adanya perusahaan dengan jumlah pinjaman jauh lebih besar daripada equity.