Indonesia Kaji Kemungkinan Keluar dari OPEC

Reporter

Editor

Selasa, 8 Februari 2005 05:01 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Indonesia sedang mengkaji kemungkinan untuk keluar atau tetap menjadi anggota organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC). Pemerintah telah membentuk tim untuk membahas masalah tersebut dari sisi ekonomi maupun politik.Tim kajian tidak hanya beranggotakan pejabat Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, tapi juga melibatkan Departemen Luar Negeri dan Departemen Keuangan. Tim itu dipimpin oleh Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) Rachmat Soedibyo.Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, mengatakan pemerintah harus melakukan kajian secara mendalam sebelum mengambil keputusan. "Karena ini menyangkut masalah politis dan diplomasi Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi Energi dan Sumber Daya Mineral DPR di Jakarta, Senin (7/2). Seusai sidang kabinet, Purnomo menjelaskan, usulan agar Indonesia keluar dari OPEC muncul dalam rapat kerja dengan DPR. Dasar pertimbangannya, Indonesia dianggap sudah menjadi negara murni pengimpor minyak.Menurut dia, pada kenyataannya hingga pekan lalu Indonesia masih menjadi negara pengekspor minyak. "Surplus ekspor dan impor sekitar 30 ribu barel per hari," katanya. Karena itu, ia berpendapat Indonesia belum perlu ke luar dari OPEC. "Indonesia belum perlu keluar," ujarnya di kantor Kepresidenan.Direktur Jenderal Minyak dan Gas Iin Arifin, yang juga anggota tim, mengatakan ada banyak pertimbangan yang harus dipikirkan untuk keluar atau tidak dari keanggotaan OPEC. Pertimbangannya tidak hanya menyangkut masalah bisnis minyak. "Dengan menjadi anggota OPEC, mungkin ada manfaat lain dari segi diplomasi luar negeri," tuturnya. Bila pemerintah memutuskan keluar dari keanggotaan di kartel tersebut, Iin menambahkan, Indonesia akan menjadi satu-satunya negara yang keluar dari OPEC dalam kurun waktu 9 tahun terakhir. Negara lain yang melepaskan keanggotaannya, yaitu Gabon pada 1996 dan Ekuador pada 1992. Namun, Ekuador berencana untuk mendaftarkan diri kembali sebagai anggota.Usulan untuk keluar dari OPEC sebelumnya juga dilontarkan oleh mantan Direktur Utama Pertamina Baihaki Hakim. Menurut dia, pemerintah sebaiknya mengundurkan diri dari keanggotaan di OPEC karena Indonesia terus mengalami penurunan produksi minyak, bahkan telah menjadi net oil importer.Ia menilai, selama Indonesia tidak berhasil meningkatkan investasi di sektor minyak untuk mendongkrak volume produksi, maka keanggotaan itu tidak relevan lagi. "Saya tidak melihat adanya keuntungan riil untuk tetap berada di OPEC," katanya dalam sebuah seminar, akhir tahun lalu.Menurut Baihaki, keberadaan Indonesia di OPEC lebih didasari pertimbangan politis, yakni berusaha menjaga relasi dengan negara-negara produsen minyak di Timur Tengah. Padahal keanggotaan itu tidaklah murah, karena Indonesia harus membayar iuran keanggotaan setiap tahun. "Saya tahu itu karena Pertamina yang selalu harus membayarnya," ujarnya.Di sisi lain, kata Baihaki, pengunduran diri dari organisasi itu bisa menjadi "terapi kejut" bagi masyarakat. Masyarakat memperoleh sinyal bahwa minyak tidak lagi melimpah ruah seperti puluhan tahun silam. Dengan begitu, diharapkan masyarakat lebih hemat energi. Purnomo membantah Indonesia telah menjadi net oil importer. Menurut dia, status net oil importer harus didasarkan atas perhitungan ekspor minyak mentah dibandingkan dengan impor minyak mentah juga, bukan dengan bahan bakar minyak, karena keduanya berbeda. BBM merupakan produk olahan dari minyak mentah. "Bila dihitung rata-rata ekspor dan impor minyak mentah maka Indonesia masih ekspor," katanya. Iin membenarkan hal itu. Ia mengaku, tahun lalu Indonesia memang sempat menjadi net oil importer, tetapi hanya empat bulan (sedangkan pada 2003 satu bulan). Delapan bulan sisanya, kata dia, menjadi net oil exporter. "Jadi secara keseluruhan masih surplus. Memang selisihnya tipis, sekitar 30 ribu barel per hari," ujarnya.Dukungan agar Indonesia tetap menjadi anggota OPEC juga diungkapkan pengamat perminyakan Kurtubi beberapa waktu lalu. Menurut dia, keberadaan Indonesia di OPEC masih dibutuhkan. Alasannya, harga gas alam cair yang diekspor Indonesia berpatokan pada harga minyak mentah. Pertimbangan lainnya, kata Kurtubi, dinamika harga minyak dunia sebagian besar dipengaruhi kebijakan OPEC, terutama melalui kebijakan kuota produksi. "Kalau kita berada di dalam, ada peluang untuk ikut menentukan kuota, yang secara langsung ikut menentukan harga minyak dunia," ujarnya.Berdasarkan data Departemen Energi, pada Januari 2005 total produksi minyak Indonesia 1,0814 juta barel per hari. Meliputi minyak mentah 952,6 barel per hari dan kondensat 128,8 barel per hari. Retno Sulistyowati/Budi Riza-Tempo

Berita terkait

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

6 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya

10 Negara dengan Harga BBM Paling Murah, Indonesia Termasuk?

11 hari lalu

10 Negara dengan Harga BBM Paling Murah, Indonesia Termasuk?

Berikut ini daftar negara dengan harga BBM paling murah di dunia, ada yang hanya dijual Rp467 per liter. Apa Indonesia termasuk?

Baca Selengkapnya

Ekskalasi Konflik Iran-Israel Berpotensi Kerek Inflasi, Dimulai dari Harga Minyak

13 hari lalu

Ekskalasi Konflik Iran-Israel Berpotensi Kerek Inflasi, Dimulai dari Harga Minyak

Senior Fellow CIPS Krisna Gupta mengatakan ekskalasi konflik Iran-Israel bisa berdampak pada inflasi Indonesia.

Baca Selengkapnya

Konflik Iran-Israel Memanas, Harga Minyak Dunia Nyaris US$ 90 per Barel

13 hari lalu

Konflik Iran-Israel Memanas, Harga Minyak Dunia Nyaris US$ 90 per Barel

Harga minyak dunia melonjak jadi US$ 89 (Brent) dan US$ 84 (WTI) per barel pada Jumat, 19 April 2024, seiring memanasnya konflik Iran-Israel.

Baca Selengkapnya

Letusan Gunung Ruang Rusak Fasilitas Pemantau Kegempaan, Alat Apa Saja yang Dipasang?

14 hari lalu

Letusan Gunung Ruang Rusak Fasilitas Pemantau Kegempaan, Alat Apa Saja yang Dipasang?

Erupsi Gunung Ruang sempat merusak alat pemantau aktivitas vulkanik. Gunung tak teramati hingga adanya peralatan pengganti.

Baca Selengkapnya

Naik Lagi, Harga Emas Antam Hari Ini Sentuh Rp 1.335.000 per Gram

14 hari lalu

Naik Lagi, Harga Emas Antam Hari Ini Sentuh Rp 1.335.000 per Gram

Harga emas Antam per 1 gram hari ini ada pada level Rp 1.335.000. Harga ini naik Rp 14 ribu dibanding perdagangan kemarin.

Baca Selengkapnya

Analis Sebut Harga Minyak Terus Naik Akibat Konflik Iran-Israel dan Penguatan Dolar

14 hari lalu

Analis Sebut Harga Minyak Terus Naik Akibat Konflik Iran-Israel dan Penguatan Dolar

Harga minyak dunia cenderung naik gara-gara konflik Iran - Israel dan penguatna dolar AS terhadap sejumlah mata uang dunia.

Baca Selengkapnya

Harga BBM Terdampak Perang Iran - Israel? Ini Kata Pertamina, DPR dan Pengamat

16 hari lalu

Harga BBM Terdampak Perang Iran - Israel? Ini Kata Pertamina, DPR dan Pengamat

Pecahnya konflik Iran - Israel dikhawatirkan berdampak pada harga BBM karena terancam naiknya harga minyak mentah dunia.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Dua Bulan Pertamina Tahan Kenaikan Harga BBM, Terungkap Pertamax Palsu di Empat SPBU Pertamina

34 hari lalu

Terkini Bisnis: Dua Bulan Pertamina Tahan Kenaikan Harga BBM, Terungkap Pertamax Palsu di Empat SPBU Pertamina

Nicke Widyawati mengatakan Pertamina tidak hanya mengejar keuntungan. Sudah dua bulan perusahaan menahan kenaikan harga BBM.

Baca Selengkapnya

Dua Bulan Tahan Harga BBM, Bos Pertamina: Bukan Cuma Cari Untung

34 hari lalu

Dua Bulan Tahan Harga BBM, Bos Pertamina: Bukan Cuma Cari Untung

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan mengatakan Pertamina menahan harga BBM dengan mempertimbbangkan kondisi daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya