TEMPO.CO , Jakarta -- Analis dari PT Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe, memperkirakan bahwa penerbitan saham baru (rights issue) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tidak akan berjalan mulus. Karakter industri penerbangan dan kinerja maskapai yang belum maksimal dinilai bakal menjadi tantangan terbesar.
“Kendala Garuda adalah dari industri dan kinerjanya. Jadi sulit terserap seluruhnya kalau tidak ada pembeli siaga," kata Kiswoyo ketika dihubungi 21 Februari 2014. (Baca juga : Penumpang Garuda dan Kalstar di Solo Melonjak)
Apabila tidak ada pembeli siaga, menurut dia, saham Garuda hanya akan terserap 50 persen. Apalagi, maskapai nasional tersebut belum melakukan lindung nilai (hedging) untuk bahan bakar, sehingga struktur biayanya masih tinggi.
Dalam paparan prospektusnya kepada Bursa Efek Indonesia, Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar mengatakan dana yang diperoleh dari hasil penawaran umum terbatas I (rights issue) akan digunakan untuk mengembangkan armada baru. Dana yang berhasil dihimpun juga akan digunakan untuk modal kerja. “Sekitar 80 persen dana yang diperoleh akan digunakan untuk pengembangan armada baru,” tutur Emirsyah. (Lihat juga : Cara Garuda Cegah Kerusakan Pesawat dari Abu Kelud)
Menurut dia, perseroan menawarkan 3,227 miliar saham biasa atas nama seri B dengan nilai nominal Rp 459 per saham, sedangkan harga pelaksanaan tercatat Rp 460-500 per lembar saham. Walhasil, nilai dana hasil penjualan saham baru mencapai Rp 1,48-1,61 triliun.
Disebutkan bahwa setiap pemegang 701.409 saham lama yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham pada 4 April 2014, pukul 16.00 WIB, berhak atas 100 ribu hak memesan efek terlebih dulu (HMETD). Setiap satu HMETD membuat sang pemegang berhak membeli satu saham baru dengan harga pelaksanaan yang telah ditetapkan. (Berita lain : Ketepatan Terbang Batik Air Paling Tinggi)
Sebelumnya, sepanjang 2013, laba bersih Garuda tercatat anjlok sekitar 90,02 persen, dari US$ 110,59 juta pada 2012 menjadi US$ 11,03 juta. Sebaliknya, beban usaha maskapai naik menjadi US$ 3,7 miliar dari US$ 3,29 miliar pada 2012. Pada periode yang sama, beban akibat selisih kurs tercatat sebesar US$ 47,92 juta. Angka ini lima kali lipat beban pada periode sebelumnya.
ANNDA PUTRI | AYU CIPTA
Terpopuler :
Indosat Klaim Sudah Antisipasi Penyadapan
Indosat Yakin Ancaman Tifatul Tak Terbukti
Trik Jokowi Menggaet Foxconn
Banyak Perusahaan Batu Bara Belum Berstatus CNC
Lima Transaksi Jumbo di Lembah Silikon
Berita terkait
Kinerja Keuangan Gemilang, Analis Rekomendasikan Saham BBRI
14 November 2023
Kinerja keuangan impresif yang dicatatkan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk hingga kuartal III-2023 diikuti dengan sentimen positif terhadap saham BRI (BBRI).
Baca SelengkapnyaGaruda Terima Suntikan Pemerintah Rp 7,5 Triliun, Duit Dipakai untuk Restorasi Pesawat
20 Desember 2022
Pada April lalu, bos Garuda menekankan PMN tidak akan digunakan untuk membayar utang-utang perseroan.
Baca SelengkapnyaGaruda Terima PMN Rp 7,5 Triliun, Restrukturisasi Ditargetkan Selesai Akhir Tahun
20 Desember 2022
Pemerintah mengucurkan PMN Rp 7,5 triliun kepada Garuda setelah perusahaan maskpai itu lolos penundaan kewajiban pembayawan utang (PKPU).
Baca SelengkapnyaBos Garuda Ingin PMN Rp 7,5 Triliun Segera Cair Agar Bisa Tambah Pesawat dan Karyawan
6 Desember 2022
Pemerintah akan mengucurkan PMN kepada Garuda senilai Rp 7,5 triliun pada tahun ini.
Baca SelengkapnyaJelang KTT G20, Garuda Optimalkan Kelancaran Operasional Penerbangan di Bali
11 November 2022
Masyarakat diimbau secara berkala melakukan pengecekan jadwal penerbangan, khususnya pada periode gelaran KTT G20.
Baca SelengkapnyaGaruda Yakin Bakal Kantongi Tambahan Modal Rp 14,4 Triliun dari Rights Issue
20 Oktober 2022
Dalam aksi korporasi itu, Garuda akan melaksanakan rights issue sebanyak dua kali.
Baca SelengkapnyaGaruda Geber Pendapatan dari Bisnis Kargo Usai Jumlah Penumpang Tergerus
20 Oktober 2022
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengakui perseroan sempat lesu darah lantaran pandemi Covid-19.
Baca SelengkapnyaBos Garuda Blak-blakan Kondisi Terakhir Keuangan Perusahaan Setelah Lolos PKPU
20 Oktober 2022
Mulai September 2021, menurut Irfan, sebenarnya Garuda Indonesia sudah mampu memperkecil gap antara pendapatan dan biaya yang dikeluarkan.
Baca SelengkapnyaBidik Rp 287,11 Miliar dari IPO, Primaya Hospital Group Beberkan Peruntukan Dananya
17 Oktober 2022
Primaya Hospital Group, jaringan rumah sakit swasta di Indonesia dengan perusahaan holding, PT Famon Awal Bros Sedaya Tbk., menggelar IPO.
Baca SelengkapnyaGaruda Tambah Frekuensi Penerbangan Rute Domestik Mulai Oktober 2022
5 Oktober 2022
Irfan mengungkapkan penambahan frekuensi Garuda dilaksanakan secara bertahap melalui serangkaian evaluasi.
Baca Selengkapnya