Peternak Minta Impor Daging Sapi Dibatasi

Reporter

Editor

Abdul Malik

Kamis, 9 Januari 2014 18:07 WIB

Para pekerja mengeluarkan sapi impor ilegal yang berasal dari Australia di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta (23/5). TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Surabaya - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf meminta pemerintah agar tidak membuka kran impor daging sapi seluas-luasnya. "Kebijakan impor harus digunakan sebagai alat sementara untuk menjembatani kekurangan bagi kebutuhan konsumen," kata Rochadi dalam pers rilis yang dikirim kepada Tempo, Kamis, 9 Januari 2014.

Menurut Rochadi, kebijakan importasi daging dan sapi pada 2014 diperkirakan lebih dari satu juta ekor sapi dan daging sekitar 150 ribu ton. Jumlah ini, kata Rochadi, tertinggi dalam sejarah importasi sapi dan daging di Indonesia.

Kebijakan ini juga memicu peningkatan harga yang sangat signifikan. Harga CIF (cost insurance freight) sapi bakalan naik dari US$ 2 per kilogram menjadi sekitar US$ 3 per kilogram. Pada saat harga CIF sapi di Australia sekitar US$ 2 per kilogram, nilai tukar rupiah hanya Rp 9.500 per dolar Amerika Serikat. Kini nilai tukar rupiah merosot menjadi lebih dari Rp. 12.000 per dolar AS.

"Atas dasar itu, sangat mustahil upaya menurunkan harga daging sapi dengan cara membuka kran impor seperti ini," ujar Rochadi. (Berita terkait: Ekspor Sapi Australia ke Indonesia Bakal Melonjak)

Kebijakan itu juga akan memukul peternakan sapi potong rakyat di dalam negeri. Selain itu, daging impor yang berisi jeroan dan daging-daging kelas tiga (variety meat) akan membanjiri pasar tradisional. Padahal kebijakan tersebut, kata dia, bertentangan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2013 Pasal 15 bahwa daging dan jeroan diimpor hanya untuk keperluan hotel, restoran, dan katering. “Bukan diperjualbelikan di pasar tradisional," katanya.

Jika ini dibiarkan, menurut Rochadi, kebijakan pembibitan dan revitalisasi rumah potong hewan yang tengah dibina dengan sendirinya akan terhenti. "Sama saja kebijakan pemerintah bersifat kontraproduktif dan mendahulukan kepentingan konsumen ketimbang produsen dalam negeri," katanya.

Dalam jangka panjang, jika kondisi seperti ini dibiarkan, Indonesia akan terperangkap pada kondisi ketergantungan impor. Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan, yakni usaha yang paling efektif untuk menurunkan harga daging sapi, namun tetap melidungi peternakan sapi potong rakyat di dalam negeri.

Selain membatasi kran impor seluas-luasnya, pemerintah harus meningkatkan produksi dan produktivitas usaha peternakan sapi potong di dalam negeri. Pemerintah, kata Rochadi, harus menegakkan hukum dengan mencegah peredaran daging beku impor ke pasar tradisional dan melarangnya sesuai peraturan. Selain itu, revitalisasi infrastruktur pembangunan peternakan menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan dengan melibatkan stakeholder secara aktif.

DAVID PRIYASIDHARTA (SURABAYA)