TEMPO.CO, Jakarta - Analis dari Trust Security Reza Priyambada mengatakan rupiah diperkirakan akan terus tertekan setelah rapat Federal Open Market Committee (FOMC) dari bank sentral Amerika Serikat memutuskan pengurangan stimulus (tapering off) baru akan dilakukan pada Januari 2014. Rupiah terus tertekan karena pelaku pasar sudah membuat spekulasi terhadap aksi beli dolar Amerika yang kian besar.
"Tidak hanya itu, pelemahan mata uang Asia terjadi setelah merespons hasil rapat FOMC tersebut dan juga melemahnya nilai tukar euro seiring aksi wait and see pelaku pasar jelang pertemuan Uni Eropa juga berimbas negatif pada rupiah," ujar Reza dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 20 Desember 2013.
Laju rupiah dalam perdagangan hari ini diperkitakan berada di bawah target support, yaitu Rp 12.178 dan di antara kurs tengah Bank Indonesia yaitu Rp 12.210 sampai Rp 12.178. Pada perdagangan terakhir, rupiah diperjualbelikan di titik Rp 12.191, melemah 40 poin dibanding sebelumnya, yaitu Rp 12.151.
Sebelumnya, dalam rapat FOMC, The Fed mengatakan bahwa ekonomi AS kian bergerak menuju pemulihan di mana mereka menitikberatkan pada perbaikan sektor ketenagakerjaan sehingga mereka baru akan mulai mengurangi stimulusnya pada Januari 2014.
Di sisi lain, The Fed juga menyatakan akan tetap mempertahankan tingkat suku bunga rendahnya setelah tapering off tersebut. Respons positif pun berdatangan sehingga membawa terbang bursa saham AS. Rilis penurunan indeks building permits dan housing starts tertutupi dengan hasil rapat FOMC tersebut.
GALVAN YUDISTIRA
Berita terkait
Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti
32 menit lalu
BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.
Baca SelengkapnyaKenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit
10 jam lalu
Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.
Baca SelengkapnyaBI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit
12 jam lalu
BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Baca SelengkapnyaBI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini
1 hari lalu
BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca SelengkapnyaBI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini
2 hari lalu
BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.
Baca SelengkapnyaEkonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025
3 hari lalu
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.
Baca SelengkapnyaZulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi
4 hari lalu
Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.
Baca SelengkapnyaSehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187
4 hari lalu
Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.
Baca SelengkapnyaPengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan
4 hari lalu
BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.
Baca SelengkapnyaIHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia
4 hari lalu
IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.
Baca Selengkapnya