TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Handaka Santosa menyatakan, bahwa upah minimun provinsi (UMP) DKI Jakarta yang tahun depan ditetapkan sebesar Rp 2,4 juta masih bisa ditolerir. "Masih pantas," ujarnya saat dihubungi, Ahad 3 November 2013.

Handaka menyatakan, dengan kenaikan upah sebanyak itu, dunia usaha masih bisa bertahan, bahkan berkembang di kisaran 6 persen sesuai pertumbuhan ekonomi. Dia mengaku bahwa kenaikan UMP sebesar 15 persen tersebut masih sesuai dengan antisipasi perusahaan. "Setiap perusahaan pasti melakukan antisipasi terhadap kenaikan biaya produksi, kenaikan UMP kali ini masih wajar," katanya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menetapkan besaran UMP DKI Jakarta sesuai rekomendasi dewan pengupahan sebesar Rp2.441.301 per bulan pada 2014. Hanya saja, melihat gelagat buruh yang tak puas dengan ketetapan tersebut, Handaka mengaku sedikit khawatir. Sebab, upah minimum yang ditutuntut oleh buruh besarnya mencapai Rp 3,7 juta per bulan. "Itu terlalu besar, kami tidak mengantisipasi kenaikan lebih dari 15 persen," ujarnya.

Apalagi menurut Handaka berbeda dengan sektor usaha lain yang bisa mengganti tenaga kerja dengan mesin, di sektor jasa pusat belanja hal itu tak mungkin dilakukan. Saat ini, dia menyebut, ada 179 pengelola pusat belanja yang bernaung di APPBI. Seluruh pusat belanja itu menyerap sekitar 1,253 juta pekerja. Maka, jika buruh berkeras dengan tuntutannya, Handaka menyatakan, mau tak mau akan ada pengurangan tenaga kerja dan berdampak pada meredupnya usaha. "Tentu kami tak mau itu terjadi, saya harap pemerintah bisa tetap tegas dan menjamin kepastian usaha," ujarnya.

PINGIT ARIA