Soal Suap Diebold, Agus Marto: Kami Telusuri  

Reporter

Kamis, 24 Oktober 2013 11:15 WIB

Seorang awak media saat menyodorkan pertanyaan kepada Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo di gedung KPK, Jakarta (2/10). TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan BI akan meminta bidang pengawasan perbankan untuk berkoordinasi dengan bank-bank pelat merah yang pejabatnya disebut-sebut menerima suap dari perusahaan mesin ATM, Diebold Inc. BI ingin mendapatkan kejelasan dari masing-masing bank agar bisa merespon informasi tersebut.

"BI akan berhubungan dengan direktur compliance masing-masing bank atau berhubungan dengan satuan kerja internal masing-masing bank. Hari ini kami akan minta untuk ditindaklanjuti," katanya usai menghadiri Seminar Economic Outlook 2014 yang digelar Infobank, Kamis, 24 Oktober 2013.

Agus meminta masing-masing bank mendalami informasi suap-menyuap tersebut untuk membuktikan kebenarannya. "Apakah terjadi gratifikasi, penyogokan atau apa, kita mesti lihat dan siapa bank-bank-nya," katanya. Bagi bank-bank terkait yang berstatus perusahaan terbuka, Agus menilai, harus dibuat keterbukaan informasi kepada publik.

Sementara ini, dua bank pelat merah mengakui menggunakan mesin ATM Diebold, yakni Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia. Agus, yang pernah memimpin Bank Mandiri sebagai dirut pada periode kala suap-menyuap Diebold terjadi, meyakini sistem pengadaan mesin ATM di bank beraset terbesar di Indonesia itu dilakukan dengan tertib.

"Saya di Bank Mandiri sejak tahun 1998-2002 dan 2005-2010. Jadi, kalau yang terkait dengan transaksi ini tentu harus dilihat. Saya meyakini sistem procurement yang ada, dilakukan dengan baik dan tertib. Tapi harus dilihat lebih rinci bagaimana background-nya," katanya.

Kemarin, United States Securities and Commission (SEC) merilis infromasi bahwa Diebold Inc divonis membayar US$ 48,1 juta sebagai denda karena telah menyuap bank pemerintah di Cina dan Indonesia. Perusahaan itu juga melakukan penyuapan di Rusia untuk memperlancar bisnis.

Perusahaan sepakat untuk membayar denda US$ 25,2 juta serta menjalani penundaan kesepakatan tuntutan tiga tahun dengan Departemen Kehakiman Amerika Serikat. Penundaan itu dilakukan untuk menyelesaikan tuntutan yang muncul karena Diebold melanggar Foreign Corrupt Practices Act antara tahun 2005 hingga 2010.

Perusahaan juga akan membayar US$ 22,9 juta sebagai denda kepada SEC. Kasus ini membuat perusahaan yang berkantor pusat di Ohio itu menunjuk satu pengawas kepatuhan independen.

Di Cina dan Indonesia, Diebold mengeluarkan sekitar US$ 1,75 juta untuk hadiah para pejabat di bank-bank pemerintah untuk mempengaruhi kebijakan pembelian mereka. Di Rusia, Diebold dituding menyuap satu distributor sekitar US$ 1,2 juta. Uang tersebut dibayarkan kepada sejumlah karyawan bank swasta di negara tersebut.

Khusus untuk kasus suap di Indonesia, SEC memaparkan, dari 2005 sampai 2010, Diebold melalui anak usahanya di Indonesia menyediakan perjalanan wisata dan hiburan untuk pejabat bank BUMN. Diebold Indonesia menghabiskan US$ $ 147 ribu dari tiga bank BUMN Indonesia, tujuannya untuk mensukseskan kerja sama Diabold dengan bank BUMN tersebut.

MARTHA THERTINA

Berita Terpopuler:
4 Alasan BlackBerry Akan 'Mati' di Indonesia
Apple Resmi Luncurkan iPad Air dan iPad Mini 2
Perbandingan iPad 4 dengan iPad Air
BBM Sudah Diunduh Sebanyak 1 Juta Pengguna
Tak Perlu Takut Lagi untuk Kentut

Berita terkait

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

9 jam lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

10 jam lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

23 jam lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

2 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

3 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

3 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

3 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

3 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

4 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

4 hari lalu

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.

Baca Selengkapnya