TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan Usaha Kecil dan Menengah yang telah memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) belum tentu secara otomatis dianggap layak mendapatkan kredit (bankable). "Resiko kredit memiliki banyak faktor," ucap Jahja yang juga Wakil Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional melalui pesan singkat kepada Tempo pada Minggu 30 Juni 2013.
Faktor-faktor yang mempengaruhi resiko kredit antara lain adalah pengalaman berbisnis. Bisnis harus dimulai dengan modal sendiri. "Pengalaman membuktikan bahwa dari 10 orang yang memulai berbisnis, hanya 1-2 orang saja yang kegiatannya bisa berkelanjutan," kata Jahja. Sehingga, lanjut dia, jika ada orang yang memulai usahanya dengan meminta pinjaman dari bank pasti akan langsung ditolak kendati memiliki jaminan cukup.
Selain faktor pengalaman, pemohon kredit UKM perlu memiliki jaminan aset. Musababnya, gagal bisnis juga dapat dipengaruhi banyak faktor seperti sakit, meninggal dunia, tiadanya generasi penerus, tertipu sehingga bangkrut, perceraian dan masalah keluarga lainnya. Serta kegiatan usaha yang dijalankan tiba-tiba mendapat saingan dari model usaha sama yang modalnya lebih besar. Dengan begitu tak ada jaminan bahwa pelaku UKM memiliki buku pembayaran pajak maka otomatis akan dipermudah permohonan kreditnya.
Melalui PP Nomor 46 tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Brutto Tertentu, pemerintah akan memungut pajak atas pelaku usaha kecil dan menengah. Pajak berlaku untuk usaha yang beromzet kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun. Skemanya, wajib pajak harus membayar 1 persen dari omzet bulanan. Rencananya, aturan ini efektif berlaku 1 Juli 2013.
<!--more-->
Senada, Direktur Utama Bank Nasional Indonesia (BNI) Gatot Mudiantoro Suwondo mengatakan bahwa tak ada kaitannya antara pembayaran pajak dan penyaluran kredit. NPWP memang menjadi salah satu dokumen untuk proses kredit. "Namun kepemilikan NPWP bukanlah suatu keharusan," ucap Gatot melalui pesan singkat kepada Tempo, Minggu 30 Juni 2013.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan bahwa adanya pajak penghasilan (PPh) sebesar 1 persen bagi Usaha Mikro Kecil Menengah justru memberikan keuntungan dan proteksi bagi pelaku usaha tersebut. Adanya atribut wajib pajak, menjadikan pelaku UKM beralih menjadi pelaku sektor formal. "Dengan begitu, mereka akan mudah memperoleh kredit pendanaan dari bank untuk mengembangkan usahanya," ucap Chatib.
Chatib juga optimis dengan adanya bantuan kredit ini akan memberikan stimulus pelaku UKM akan mengembangkan usahanya. Sehingga memberlakukan pajak 1 persen bagi UKM tujuannya bukanlah mencari pendapatan utama bagi negara. Nilai 1 persen dari omzet pajak tertinggi sektor UKM yakni Rp 4,8 miliar hanyalah Rp 48 juta.
Jumlah tersebut, lanjut Chatib, sangat kecil dibanding dengan keuntungan seperti kemudahan dalam akses yang akan mereka peroleh. Apalagi jika omzetnya ada di bawah Rp 4,8 miliar, beban pajaknya bisa lebih kecil dari Pendapatan Tidak Kena pajak yakni Rp 24 juta per tahun. "Yang ada justru pelaku UKM happy karena mampu mengakses kredit perbankan dan izin usahanya dipermudah," ucap dia.
MUHAMMAD MUHYIDDIN
Topik Terhangat
Tarif Progresif KRL | Bursa Capres 2014 | Ribut Kabut Asap | PKS Didepak? | Puncak HUT Jakarta
Berita Terpopuler
Pajak UMKM Mulai Berlaku Besok
Pajak UKM Beratkan Pedagang Sembako Skala Kecil
PPnBM Untuk Perwakilan Negara Asing Dibebaskan