TEMPO Interaktif, Jakarta:Rancangan Undang-Undang Kawasan Perdagangan Bebas (free trade zone/FTZ) Batam batal menjadi undang-undang. Pasalnya, rancangan ketentuan itu ditolak oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra menegaskan walaupun Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui tetapi eksekutif tidak menyepakati, rancangan undang-undang itu tidak bisa disahkan menjadi undang-undang. Pembahasan RUU Kawasan Perdagangan Bebas Batam memang mengalami tarik ulur antara DPR dengan pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Penyebabnya, perbedaan tajam pada beberapa pasal dalam rumusan rancangan aturan tersebut. Rancangan UU itu sendiri diajukan sebagai hak inisiatif DPR.Perbedaan tajam itu terutama pada pembahasan pembagian zona di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam (Pasal 2), penentuan tata ruang (Pasal 16 A), dan kepemilikan aset di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam (Pasal 18).Alhasil, pada pertemuan terakhir (Jumat, 10/9) antara tim pemerintah yang terdiri dari Menkeh HAM Yusril, Menteri Keuangan Boediono, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini MS Suwandi dengan Komisi Perindustrian dan Perdagangan DPR diputuskan untuk menghentikan pembahasan RUU FTZ Batam itu. Namun, rapat paripurna DPR, Selasa (14/9) malam, memutuskan untuk menyetujui RUU FTZ Batam menjadi undang-undang. "Kalau DPR sudah setuju tapi Presiden tidak, maka (rancangan itu) tidak bisa disahkan menjadi undang-undang," papar Yusril kepada Tempo seusai Sidang Umum MPR di Jakarta, Kamis (23/9). Lantaran Presiden tidak menyetujui rancangan itu, ujar dia melanjutkan, secara otomatis pembahasan RUU FTZ Batam pun berhenti. Selanjutnya, untuk sementara aturan hukum mengenai perdagangan bebas di Batam vakum. Pemerintah baru mendatang, menurut Yusril, bisa membahas kembali RUU yang sudah ditolak ini atau bahkan RUU yang baru sama sekali. Muhamad Nafi - Tempo