TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo mengatakan pemerintah tetap mendorong berjalannya hilirisasi hasil tambang yang dimulai pada 2014, meskipun target ini dinilai tak mungkin tercapai. Namun, Susilo mengatakan pemerintah akan realistis dalam menjalankan ketentuan Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara ini.
"Sudah ada 156 proposal pembangunan smelter, tetapi kami juga harus realistis. Tidak bisa membangun smelter untuk semua perusahaan atau komoditas. Itu harus didukung keekonomian," kata Susilo ketika ditemui di sela Seminar Percepatan Kegiatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral di Dalam Negeri, di Jakarta, Rabu, 10 April 2013.
Susilo mengatakan evaluasi atas jenis-jenis komoditas tambang yang dapat diolah di dalam negeri didasari penerapan Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012. Dalam aturan tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan permurnian mineral ini pemegang izin usaha pertambangan harus menyampaikan rencana kerja pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
"Kami evaluasi mana yang boleh, yang bisa dibangun. Sebab masalahnya ada mineral yang jumlahnya tak besar dan pengolahannya tak bisa diekslusifkan ke pembangunan smelter," kata Susilo.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Thamrin Sihite, mengatakan dalam UU No 4 Tahun 2009, yang diwajibkan dilakukan di dalam negeri bukan cuma pemurnian dengan investasi smelter. Untuk beberapa jenis komoditas bisa dilakukan pengolahan dengan metode lain.
"Misalnya granit kan tidak diolah. Itu harus dipoles dulu, jadi ada nilai tambahnya. Misalnya gelas, kalau jual andesit jangan bongkahan saja, harus ada split. Jadi pengolahan tingkatnya beda satu sama lain," kata Thamrin ketika ditemui di tempat yang sama.
Thamrin menjelaskan, dalam pasal 170 UU No 4 Tahun 2009, kewajiban pengolahan dan pemurnian pada 2014 tersebut untuk kontrak karya yang sudah berproduksi. Untuk itu, pemegang kontrak karya berproduksi seperti PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara seharusnya tidak lagi mengekspor bahan mentah, tetapi mengolah seluruhnya di dalam negeri mulai 2014.
Namun selama ini, baik Freeport maupun Newmont, masih belum menyanggupi pengolahan dan pemurnian seluruh produksi mereka di Indonesia. Alasannya, investasi ini tidak memenuhi skala keekonomian.
Mantan Dirjen Minerba Simon Felix Sembiring mengatakan berdasarkan kajian LAPI-ITB, pembangunan smelter yang terintegrasi dengan tambang sebenarnya memenuhi skala keekonomian. Menurut Simon, investasi smelter ini memang mengurangi keuntungan perusahaan US$ 15 juta per tahun selama 30 tahun.
"Setiap tahun untungnya hanya berkurang US$ 15 juta. Freeport itu laba bersihnya US$ 1,5 miliar per tahun. Newmont rata-rata keuntungannya per tahun US$ 500 juta, jadi kalau hanya berkurang US$ 15 juta per tahun?" kata Simon, dalam kesempatan yang sama.
BERNADETTE CHRISTINA
Berita terkait
LPDP Buka Beasiswa Prioritas ke NEU, CSU dan UST untuk Bidang Pertambangan
2 hari lalu
Tujuan beasiswa LPDP ini untuk mencetak tenaga kerja untuk memenuhi program hilirisasi industri berbasis tambang mineral di Indonesia.
Baca SelengkapnyaHari Bumi dan Hari Kartini, Petani Kendeng Ungkit Kerusakan Karst yang Memicu Banjir
4 hari lalu
Kelompak masyarakat peduli Pegunungan Kendeng memgangkat isu kerusakan lingkungan pada Hari Bumi dan Hari Kartini/
Baca Selengkapnya10 Perusahaan Timah Terbesar di Dunia, Ada PT Timah
6 hari lalu
Berikut ini deretan perusahaan timah terbesar di dunia berdasarkan jumlah produksinya pada 2023, didominasi oleh pabrik Cina.
Baca SelengkapnyaJATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya
22 hari lalu
Jaringan Advokasi Tambang melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, apa penyebabnya?
Baca SelengkapnyaKorupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun
23 hari lalu
Kasus dugaan korupsi di PT Timah, yang melibatkan 16 tersangka, diduga merugikan negara sampai Rp271 triliun. Terbesar akibat kerusakan lingkungan.
Baca SelengkapnyaRamai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya
23 hari lalu
Pergerakan saham PT Timah Tbk. atau TINS terpantau berfluktuatif usai terkuaknya kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP. Begini analisisnya.
Baca SelengkapnyaKasus Harvey Moeis Korupsi Timah, Peran Lobi-Lobi hingga Membeli Barang Mewah Miliaran
24 hari lalu
Pada Kamis, 4 April 2024, istri Harvey Moeis, selebriti Sandra Dewi mendatangi Kejaksaan Agung untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi
Baca SelengkapnyaIstana Buka Suara soal Luhut Disebut Tak Setuju Revisi PP Minerba Usul Bahlil
25 hari lalu
Menteri Sekretaris Negara Pratikno tak menampik soal posisi Luhut yang tidak setuju.
Baca SelengkapnyaSengkarut Korupsi Rp 271 Triliun di PT Timah Tbk, Begini Awal Mula Berdiri BUMN Pertambangan Timah
25 hari lalu
PT Timah Tbk terbelit kasus korupsi hingga Rp 271 triliun. Begini profil perusahaan BUMN pertambangan timah yang telah didirikan sejak 1976.
Baca SelengkapnyaKlaim Lakukan Banyak Perbaikan, Bos PT Timah Mengaku Tak Terlibat dalam Kasus Korupsi Rp 271 Triliun
25 hari lalu
Direktur Utama PT Timah Ahmad Dani Virsal mengaku tak terlibat dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah IUP perseroan.
Baca Selengkapnya