TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, menyatakan kuota bahan bakar minyak bersubsidi berpotensi membengkak hingga 51 juta kiloliter. Menurut dia, hal tersebut disebabkan pertumbuhan ekonomi yang terus berjalan dan migrasi pengguna BBM non-subsidi ke BBM subsidi.
"Tahun lalu dari 40 juta kiloliter menjadi 45 juta kiloliter. Sekarang ada potensi melonjak hingga 51 juta kiloliter. Kalau disparitas harga makin tinggi, akan ada migrasi dari pengguna Pertamax ke Premium," kata Bambang di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat, 8 Maret 2013.
Bambang menyatakan pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk menekan konsumsi BBM. Namun, menurut dia, hal terpenting yang harus dilakukan adalah segera merealisasikan pengendalian subsidi BBM tahun ini. "Yang jelas, kami sudah melakukan berbagai opsi untuk meng-exercise itu," katanya. Menurut dia, setiap jebol satu juta kiloliter, pemerintah harus menambah biaya hingga Rp 5 triliun.
Bila mengacu pada pemakaian tahun lalu sebesar 45 juta kiloliter dan pemerintah memperkirakan tahun ini menjadi 51 juta kiloliter, maka kuotanya membengkak enam juta kiloliter. Dengan demikian, dana tambahan yang mesti digelontorkan mencapai Rp 30 triliun.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan konsumsi BBM akan membengkak hingga 53 juta kiloliter. Menurut Agus, potensi pembengkakan sangat mungkin terjadi jika tidak ada kebijakan konkret untuk melakukan pengendalian. Pada 2013 ini, alokasi anggaran untuk subsidi BBM mencapai 274,7 triliun.
Pemerintah belum akan mengajukan pembahasan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan, meskipun beberapa indikator makro dan belanja subsidi tidak sesuai dengan hasil pembahasan APBN. Agus menyatakan, saat ini pemerintah hanya melakukan analisis dan monitoring.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Berita terkait
Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi
3 hari lalu
Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.
Baca SelengkapnyaPemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan
4 hari lalu
Pemerintah meraup Rp 5,925 triliun dari pelelangan tujuh seri SBSN tambahan.
Baca SelengkapnyaKemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan
5 hari lalu
Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.
Baca SelengkapnyaHarga BBM Terdampak Perang Iran - Israel? Ini Kata Pertamina, DPR dan Pengamat
13 hari lalu
Pecahnya konflik Iran - Israel dikhawatirkan berdampak pada harga BBM karena terancam naiknya harga minyak mentah dunia.
Baca SelengkapnyaEstafet Keketuaan ASEAN 2024, Pemerintah RI Beri Hibah Rp 6,5 Miliar ke Laos
24 hari lalu
Pemerintah RI menyalurkan bantuan Rp 6,5 M kepada Laos untuk mendukung pemerintah negara tersebut sebagai Keketuaan ASEAN 2024.
Baca Selengkapnya21 Tahun Museum Layang-Layang Indonesia Mengabadikan Layangan dari Masa ke Masa
36 hari lalu
Museum Layang-Layang Indonesia memperingati 21 tahun eksistensinya mengabadikan kebudayaan layangan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPembatasan Ketat Barang Bawaan Impor Banyak Dikeluhkan, Ini Reaksi Kemenkeu
45 hari lalu
Kemenkeu memastikan aspirasi masyarakat tentang bea cukai produk impor yang merupakan barang bawaan bakal dipertimbangkan oleh pemerintah.
Baca SelengkapnyaKPK Serahkan Barang Rampasan Hasil Perkara Korupsi ke Enam Instansi Pemerintah
48 hari lalu
KPK menyerahkan barang rampasan negara hasil perkara tindak pidana korupsi kepada enam instansi pemerintah.
Baca SelengkapnyaApa Itu SPT Tahunan?
52 hari lalu
SPT Tahunan adalah surat yang digunakan WP untuk melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak, objek pajak, bukan objek pajak, harta, dan kewajiban.
Baca SelengkapnyaRamai-ramai Tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Ini Awal Adanya Dana Bantuan Operasional Sekolah
54 hari lalu
Dana BOS yang selama ini cukup banyak membantu pendidikan justru diwacanakan dialihkan sebagian ke program makan siang gratis Prabowo-Gibran.
Baca Selengkapnya