TEMPO Interaktif, Jakarta:Serikat Pekerja (SP) PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mengajukan banding atas kasus perjanjian jual beli listrik antara PT Paiton Energy company dengan PT PLN. Mereka tetap menuntut kontrak tersebut dibatalkan, karena dinilai merugikan negara hingga US$ 700 juta.Ketua SP PLN, Daryoko, di Jakarta, Selasa (10/8) mengatakan, kontrak yang telah ditandatangani tahun 1994 itu, dinilai mengandung unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Diduga telah dilakukan mark up besar-besaran. Hal itu dikuatkan dengan hasil Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Daryoko menyebutkan, mark up yang dimaksud yaitu biaya yang digunakan untuk membangun pembangkit berkapasitas 2x615 Megawatt senilai US$ 2,5 miliar. Bila dibandingkan dengan proyek Paiton II, angka itu jauh lebih besar. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton II yang dibangun oleh PLN dengan kapasitas 2x610 Megawatt hanya menghabiskan dana US$ 1,98 miliar. "Dari situ sudah kelihatan sekali mark up-nya," tukas Daryoko.Kuasa hukum SP PLN, Fauzie Hasibuan mengatakan, permohonan banding telah diajukan kepengadilan tinggi, Jakarta pertengahan Juni lalu. Dalam memori banding itu, SP PLN tetap menuntut agar kontrak jual beli listrik dibatalkan. SP juga menggugat pihak-pihak yang menandatangani kontrak tersebut yaitu PT Paiton Energy company, Direksi PLN, Menteri Pertambangan dan Energi, dan Kuntoro Mangkusubroto. Kuntoro yang pada saat itu menjabat sebagai Dirut PLN sempat membatalkan gugatan yang diajukan oleh Dirut sebelumnya, Adi Satria.Retno Sulistyowati - Tempo News Room