Pekerja menuangkan kecap kedalam botol-botol di pabrik kecap Cap Jeruk Pecel Tulen dikawasan Sidonipah, Surabaya, Jumat (3/2). Pabrik yang berdiri sejak tahun 1937 bertahan hingga 3 generasi dan mempertahankan resep warisan, mampu memproduksi hingga 2000 botol kecap tiap hari. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Tulungagung - Penetapan upah minimum kota oleh Gubernur Jawa Timur masih menyisakan persoalan, terutama bagi pengusaha. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Tulungagung memperkirakan banyak industri akan kolaps karena tak mampu menggaji pegawainya.
Ketua Apindo Tulungagung, Janta Wiwaha, mengatakan bahwa penetapan UMK oleh Gubernur Jawa Timur di atas angka usulan Dewan Pengupahan setempat. Dewan mengusulkan Rp 920 ribu per bulan. Sementara Gubernur mematok Rp 1.007.900. “Ini memberatkan kami,” kata Janta, Selasa, 27 November 2012.
Menurutnya, usulan upah Rp 920 ribu sudah melalui survei kelayakan di Kabupaten Tulungagung dengan memperhitungkan angka inflasi satu tahun ke depan. Angka itu sendiri bahkan sempat menuai pro-kontra di kalangan pengusaha, meski pada akhirnya disetujui. Pengusaha semakin terkejut ketika pemerintah malah menetapkan angka jauh di atas perkiraan.
Standar upah baru ini, kata Janta, dipastikan akan memukul sektor usaha, terutama bisnis berbasis padat karya. Sebab, beban perusahaan untuk menggaji karyawannya pastinya jauh di atas perusahaan padat modal. Sementara pemerintah dan serikat pekerja tentu akan menuntut pembayaran upah sesuai UMK yang sudah ditetapkan.
Dengan penetapan standar gaji yang melebihi kemampuan perusahaan, Janta memastikan akan banyak sektor usaha yang gulung tikar. Kondisi ini tentunya akan memicu pengurangan karyawan dan menyebabkan semakin banyaknya angka pengangguran.
Saat ini, jumlah penduduk Tulungagung mencapai 1.014.000 jiwa. Sebagian besar penduduk bekerja sebagai buruh produsen barang. Usaha inilah yang menghidupi banyak kepala keluarga dan tersebar di pelosok daerah. Jika pengusaha tak mampu memenuhi standar UMK, dipastikan ribuan kepala keluarga akan kehilangan pekerjaan. Terlebih lagi kenaikan UMK ini biasanya selalu diikuti dengan kenaikan tunjangan seperti hari raya.
Apindo juga menyesalkan sikap pemerintah mengabaikan usulan mereka tentang sistem pengupahan sektoral. Di sini penetapan standar upah tidak disamaratakan pada setiap perusahaan, namun memperhitungkan jenis usahanya. “Ini baru benar-benar adil,” kata Janta.
Kepala Bidang Pengawasan dan Hubungan Industrial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tulungagung, Samrotul Fuad, membenarkan adanya disparitas yang tinggi antara usulan dan penetapan gubernur. Dia mengatakan survei kebutuhan hidup layak yang dilakukan Dewan Pengupahan kemarin hanya sebesar Rp 960 ribu. Karena itu, wajar jika kemudian pengusaha mengusulkan angka Rp 920 ribu per bulan sebagai UMK. “Tapi ini keputusan Pemenintah Provinsi,” katanya.
Dia mengatakan belum berkomunikasi kembali dengan para pengusaha selepas terbitnya penetapan itu. Namun, jika ada di antara mereka yang keberatan bisa mengajukan penundaan.
Serikat Buruh Menilai Ada yang Keliru dalam Penetapan UMP dan UMK 2023
21 November 2022
Serikat Buruh Menilai Ada yang Keliru dalam Penetapan UMP dan UMK 2023
Presiden Partai Buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai aturan baru ihwal penetapan upah minimum menimbulkan kebingungan.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menjelaskan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dibutuhkan di tengah ancaman resesi global 2023.