Keterlibatan Swasta di Sektor Pertanian Perlu Diwaspadai

Reporter

Kamis, 8 November 2012 13:09 WIB

Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo sedang melakukan panen padi dengan mesin perontok padi seharga Rp 300 juta di Kemangkon Purbalingga, Selasa (28/8). TEMPO/Aris Andrianto

TEMPO.CO, Jakarta - Masuknya peran swasta di sektor pembangunan pertanian Indonesia perlu diwaspadai. Peneliti senior Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian, Effendi Pasandaran, mengatakan, saat ini peran swasta semakin besar dalam bidang pertanian. Namun tidak semua berorientasi pada pencapaian swasembada pangan, khususnya beras.

"Kalau dulu, swasta ikut dalam sektor pertanian, tapi dalam upaya mencapai swasembada. Sekarang produk pertanian yang dihasilkan swasta untuk dikuasai sendiri," kata Effendi dalam diskusi soal pangan di kantor LIPI, Jakarta, Kamis, 8 November 2012.

Effendi menambahkan, besarnya peranan swasta saat ini terutama dalam hal pengembangan teknologi pangan. Seperti produksi beras dan jagung jenis hibrida dan bioteknologi. "Produk-produk ini hanya sedikit yang berkaitan dengan kemandirian pangan dan kesejahteraan petani," katanya.

Selain itu, kekhawatiran yang mulai tampak adalah pengembangan teknologi pertanian oleh swasta tidak bisa diaplikasikan kembali oleh lembaga pengetahuan nasional. Akibatnya, pemerintah akan kesulitan memperbaiki dan meningkatkan produksi pangan melalui teknologi baru.

Menurut dia, masuknya swasta ke sektor pertanian perlu diantisipasi, terutama mengenai penguasaan lahan pertanian. Masalah lainnya, perusahaan swasta internasional sering kali mencoba menguasai lahan pertanian di negara-negara yang masih memiliki lahan luas.

"Gejala global kini soal land grabbing. Swasta internasional coba kuasai lahan besar di berbagai negara, seperti di Asia," kata Effendi.

Ia juga mengingatkan ancaman produksi nasional akibat perubahan iklim bisa menyebabkan krisis pangan. Ketahanan pangan nasional akan sangat ditentukan oleh pilihan kebijakan pemerintah yang antisipatif dan adaptif.

"Kadang kita suka menyalahkan faktor lain dalam menghadapi krisis pangan, seperti iklim," ujarnya. Padahal, krisis pangan terjadi akibat kebijakan yang salah dalam membangun sistem produksi pertanian.

Periset Litbang Pertanian, Sumarno, menambahkan, Indonesia perlu mengadopsi teknologi revolusi hijau. Adopsi teknologi untuk membantu pengembangan sektor pertanian itu seperti peningkatan produktivitas lahan dan peningkatan produksi pangan.

"Teknologi revolusi hijau telah diterapkan di Asia, Amerika Latin, dan sebagian Afrika. Hasilnya, tercipta varietas unggul pada padi," katanya.

Ia menjelaskan, Indonesia rawan kekurangan pangan yang disebabkan beberapa faktor. Antara lain, tingkat konsumsi beras yang tinggi, prasarana irigasi yang rusak, dan konversi lahan pertanian.

"Perlu kesadaran masyarakat dan pentingnya keberlanjutan sistem produksi," kata dia.

ROSALINA

Berita lain:
Dahlan Rahasiakan Enam Nama Baru Kasus Upeti BUMN

Ekonom Setuju Debitor Besar Bank Harus Berperingkat

Gelar Acara Kreatif Didominasi Jakarta

Perhitungan Risiko Kredit Masih Standar





Berita terkait

Di Forum APEC, ID FOOD Ungkap Peningkatan Akses Perempuan di Sektor Pangan Melalui Digitalisasi

9 hari lalu

Di Forum APEC, ID FOOD Ungkap Peningkatan Akses Perempuan di Sektor Pangan Melalui Digitalisasi

APEC Workshop ini diikuti oleh para delegasi negara di kawasan Asia Pacifik.

Baca Selengkapnya

Harga Daging dan Cabai Turun di Akhir Libur Lebaran 2024

13 hari lalu

Harga Daging dan Cabai Turun di Akhir Libur Lebaran 2024

Harga komoditas pangan seperti daging, telur, cabai, dan garam turun pada Senin, 15 April 2024.

Baca Selengkapnya

ID FOOD Beberkan Cadangan Pangan Pemerintah: Stok Aman selama Libur Lebaran

16 hari lalu

ID FOOD Beberkan Cadangan Pangan Pemerintah: Stok Aman selama Libur Lebaran

Holding BUMN Pangan ID FOOD memastikan ketersediaan pasokan pangan selama libur Lebaran.

Baca Selengkapnya

PLN dan BNI Gelar Paket Sembako Murah untuk Ojol dan Masyarakat Umum

20 hari lalu

PLN dan BNI Gelar Paket Sembako Murah untuk Ojol dan Masyarakat Umum

PLN dan BNI menghadirkan 1.500 paket sembako harga murah Rp 59 ribu untuk pengemudi Ojol dan masyarakat umum.

Baca Selengkapnya

Menjelang Lebaran, Harga Daging dan Cabai Kian Melonjak

21 hari lalu

Menjelang Lebaran, Harga Daging dan Cabai Kian Melonjak

Menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran 2024, sejumlah harga bahan pokok kian melonjak. Per 7 April 2024, Panel Harga Pangan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat mencatat harga daging sapi, daging ayam, cabai, bawang merah, dan bawang putih masih naik.

Baca Selengkapnya

Analis: Potensi Inflasi Masih Berlanjut, Nilai Tukar Rupiah Diperkirakan Makin Anjlok

24 hari lalu

Analis: Potensi Inflasi Masih Berlanjut, Nilai Tukar Rupiah Diperkirakan Makin Anjlok

Analis Ibrahim Assuaibi memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini makin merosot menyentuh level Rp 15.910 sampai Rp 15.960.

Baca Selengkapnya

Emiten Pupuk SAMF Cetak Laba Bersih Rp 420,07 M, Melejit 21 Persen

27 hari lalu

Emiten Pupuk SAMF Cetak Laba Bersih Rp 420,07 M, Melejit 21 Persen

Emiten pupuk PT Saraswanti Anugerah Makmur Tbk. mencetak laba bersih tahun berjalan senilai Rp 420,07 miliar sepanjang 2023.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Kenaikan Harga Pokok, Ombudsman Minta Perpanjang Bantuan Pangan hingga Desember

33 hari lalu

Antisipasi Kenaikan Harga Pokok, Ombudsman Minta Perpanjang Bantuan Pangan hingga Desember

Ombudsman RI meminta pemerintah memperpanjang bantuan pangan hingga Desember 2024.

Baca Selengkapnya

Harga Bahan Pokok Hari Ini, Beras Premium Masih Tinggi

33 hari lalu

Harga Bahan Pokok Hari Ini, Beras Premium Masih Tinggi

Harga bahan pokok terkini, sebagian besar mengalami kenaikan, seperti beras dan cabai.

Baca Selengkapnya

Terkini: Titik Rawan Macet di Jalan Tol dan Pantura saat Mudik Lebaran 2024, Sri Mulyani Dicecar Anggota DPR soal Program Makan Siang Gratis

38 hari lalu

Terkini: Titik Rawan Macet di Jalan Tol dan Pantura saat Mudik Lebaran 2024, Sri Mulyani Dicecar Anggota DPR soal Program Makan Siang Gratis

Menhub Budi Karya Sumadi memperkirakan titik kemacetan pada arus mudik Lebaran 2024 akan terjadi di ruas Jalan Tol Cipali.

Baca Selengkapnya