TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menegaskan bahwa perkembangan industri bahan baku Indonesia masih tertinggal oleh negara lain. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik, Natsir Mansyur, menyatakan rencana pembentukan program hilirisasi industri minerba (mineral dan batu bara) belum memberi dampak signifikan.
"Indonesia itu ketinggalan di industri di bahan baku. Kita punya program hilirisasi minerba, tapi itu lamban juga," ujarnya di Jakarta, Senin, 17 September 2012.
Terus meningkatnya volume impor Indonesia, ujar dia, tidak terlepas dari masih tingginya ketergantungan industri dalam negeri pada produk bahan baku. Hal itu ditambah tidak kompaknya kebijakan antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan soal larangan ekspor bahan baku mineral dalam proses hilirisasi barang mineral.
Menurut Natsir, proses hilirisasi yang dilakukan pemerintah terlihat lambat. Hal ini tampak dari lamanya proses peraturan dan izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. "Hilirisasinya lelet, makanya impornya kita banyak."
Natsir menyebutkan beberapa prosedur perizinan yang dikeluhkan pengusaha, yakni pengurusan izin ekspor dan izin IUP. "Izin-izin yang seperti itu harusnya dipercepat, jangan diperlambat." Untuk menekan tingginya jumlah impor bahan baku, pemerintah perlu menggenjot ekspor industri besi baja dan sejenisnya.
"Industri besi baja perlu digenjot, tapi jangan besi baja langsung, namun disiasati dengan produk olahan setengah jadi dari iron ore ke piece iron. Itu saja sudah menghasilkan duit," katanya.