Indeks S&P 500 Menguat Enam Pekan Beruntun  

Reporter

Editor

Sabtu, 18 Agustus 2012 08:10 WIB

TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, New York - Indeks S&P 500 kian mendekati level tertinggi dalam empat tahun terakhir diperdagangan akhir pekan, Jumat waktu setempat. Indeks S&P 500 tetap solid dan berhasil melanjutkan penguatan di atas level 1.400 sehingga menorehkan kenaikan terbesar dalam dua mingguan, meskipun volume tetap rendah.

Sementara saham teknologi Nasdaq juga berhasil menguat setelah saham Apple Inc kembali mencapai level tertinggi dalam sejarah. Indeks volatilitas (VIX) yang merupakan barometer kecemasan investor di bursa Wall Street mencapai level terendahnya dalam lima tahun terakhir ke 13,43 sebelum ditutup turun 5,9 persen di level 13,45.

Dari sudut pandang sentimen, pasar sebenarnya memiliki sedikit hambatan untuk melanjutkan penguatan yang lebih tinggi,” kata Ralph Edwards, direktur strategi derivative dari ITG di New York.

Dalam perdagangan semalam indeks S&P 500 ditutup naik tipis 2,65 poin (0,19 persen) ke level 1.418,16. Indeks saham utama Dow Jones menguat 25,09 poin (0,19 persen) menjadi 13.275,2, serta indeks saham teknologi Nasdaq juga menguat 14,2 poin (0,46 persen) ke posisi 3.076,59.

Edward mencatat bahwa 47 saham komponen S&P 500 di semua sektor industri, kecuali utilitas mencapai level tertingginya dalam 52 pekan terakhir. Di antaranya Home Depot Inc, Pepsi Co Inc, Chevron Corp, Bank SunTrust, 3M Co, Google Inc, dan Sprint Nextel Corp.

Dengan membaiknya data ekonomi AS dan melambatnya perdagangan selama libur musim panas membuat para pemodal mengacu ke indikator teknikal di mana indeks harus ditutup di atas 1.419,04, yang merupakan level tertinggi di bulan April sehingga kian mendekati level tertingginya dalam empat tahun terakhir.

Saham pembuat iPhone, iPod, maupun iPad berhasil melonjak ke level tertingginya US$ 648,19 pada awal sesi sebelum ditutup naik 1,8 persen menjadi US$ 648,11. Bahkan, Boker Jefferies meningkatkan target harga saham dengan kode APPL ini hingga ke US$ 900 dari perkiraan sebelumnya US$ 800.

Sedangkan saham jejaring terbesar di dunia, Facebook.com, kembali tergerus seiring berakhirnya masa lockup dari beberapa perusahaan setelah masa penawaran perdana (IPO) 18 Mei lalu. Saham dengan kode FB ini kembali turun 82 sen (4,13 persen) menjadi US$ 19,05. Dalam tiga bulan melantai di bursa, saham Facebook telah susut hampir 50 persen dari harga perdana US$ 38 per sahamnya.

Data ekonomi AS yang dirilis terlihat beragam, indeks sentimen konsumen yang disurvei Universitas Michigan naik ke level 73,6, yang merupakan level tertingginya sejak Mei lalu didukung oleh tumbuhnya penjualan ritel dan suku bunga KPR yang rendah.

Dari hasil konferensi Anggota Dewan Gubernur bank sentral, indeks ekonomi naik 0,4 persen, sehingga membalikkan pelemahan di bulan sebelumnya yang turun 0,4 persen. Namun, data perumahan AS masih menunjukkan kekecewaan sehingga muncul keraguan akan pemulihan.

REUTERS / VIVA B. K

Berita terkait

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

5 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Hari Ini IHSG Diperkirakan Menguat, Saham Apa Saja yang Potensial Dilirik?

10 hari lalu

Hari Ini IHSG Diperkirakan Menguat, Saham Apa Saja yang Potensial Dilirik?

Analis PT Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada memperkirakan IHSG pada awal pekan ini menguat bila dibandingkan pekan lalu. Apa syaratnya?

Baca Selengkapnya

Senin Depan, BEI Terapkan Full Call Auction di Papan Pemantauan Khusus

42 hari lalu

Senin Depan, BEI Terapkan Full Call Auction di Papan Pemantauan Khusus

BEI akan menerapkan mekanisme perdagangan lelang berkala secara penuh atau full call auction di Papan Pemantauan Khusus pada Senin pekan depan.

Baca Selengkapnya

Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun

25 Februari 2024

Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun

Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.

Baca Selengkapnya

Microsoft Salip Apple di Pasar Saham dengan Keunggulan AI

30 Januari 2024

Microsoft Salip Apple di Pasar Saham dengan Keunggulan AI

Para investor sepakat bahwa Microsoft berkembang jauh lebih signifikan dibanding Apple, bahkan untuk lima tahun ke depan.

Baca Selengkapnya

Israel Selidiki Investor Untung Jutaan Dollar karena Sudah Antisipasi Serangan Hamas 7 Oktober

5 Desember 2023

Israel Selidiki Investor Untung Jutaan Dollar karena Sudah Antisipasi Serangan Hamas 7 Oktober

Israel sedang menyelidiki klaim peneliti AS bahwa beberapa investor mungkin telah mengetahui sebelumnya tentang rencana serangan Hamas

Baca Selengkapnya

Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual

4 Desember 2023

Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menjelaskan bahwa ke depan potensi bursa karbon masih cukup besar.

Baca Selengkapnya

BEI Ungkap Penyebab Sepinya Bursa Karbon Dibandingkan dengan Bursa Saham

30 November 2023

BEI Ungkap Penyebab Sepinya Bursa Karbon Dibandingkan dengan Bursa Saham

Dari sisi transaksi bursa karbon tercatat sudah ada lebih dari 490 ribu ton dengan nilai harga jual karbon terakhir senilai Rp 59.200.

Baca Selengkapnya

2024, BEI Bidik Nilai Transaksi Harian Rp 12,25 Triliun

26 Oktober 2023

2024, BEI Bidik Nilai Transaksi Harian Rp 12,25 Triliun

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membidik rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) pada tahun 2024 sebesar Rp 12,25 triliun pada tahun 2024.

Baca Selengkapnya

Transaksi Harian Jeblok 29 Persen, BEI: Ada Shifting Investasi dengan New Normal

7 Oktober 2023

Transaksi Harian Jeblok 29 Persen, BEI: Ada Shifting Investasi dengan New Normal

Bursa Efek Indonesia (BEI) membeberkan alasan nilai transaksi harian di pasar modal Indonesia yang jeblok dibandingkan tahun lalu.

Baca Selengkapnya