TEMPO.CO, Jakarta - Churchill Mining memastikan siap berhadapan dengan pemerintah Indonesia terkait sengketa perebutan lahan tambang batubara seluas 35 ribu hektare di Kutai Timur. Permohonan arbitrase perusahaan tambang asal Inggris tersebut sudah dikabulkan secara resmi oleh Badan Penyelesaian Sengketa Investasi Internasional (ICSID) di Washington DC, Amerika Serikat.
"Pihak ICSID telah memberitahukan bahwa permohonan Churchill telah diterima dan terdaftar di lembaga tersebut," kata Executive Chairman dari Churchill Mining, David F Quinlivan, dalam keterangan tertulisnya, Senin, 25 Juni 2012.
ICSID menerima permohonan Churchill karena masih masuk dalam wilayah yurisdiksi lembaga tersebut dan sengketa itu masuk dalam kategori yang bisa diselesaikan melalui badan arbitrase internasional. Hal ini sesuai dengan traktat penanaman modal bilateral antara pemerintah Inggris dan pemerintah Indonesia.
Notifikasi soal resminya sengketa ini masuk ke badan arbitrase diterima oleh Churchill pada tanggal 22 Juni lalu. "Jajaran direksi menyambut positif atas pendaftaran permohonan arbitrase tersebut dan akan segara mencari bantuan hukum yang sesuai dengan ketentuan perjanjian bilateral antara pemerintah Indonesia dan Inggris," kata Quinlivan.
Churchill mendaftarkan sengketa ini ke badan arbitrase sejak 22 Mei lalu. Setelah permohonan dikabulkan dan terdaftar, langkah berikutnya adalah badan arbitrase akan memilih tiga orang sebagai majelis arbitrase untuk menyelesaikan sengketa. Sekjen ICSID juga telah memberitahukan pihak Churchill dan pemerintah Indonesia terkait pembentukan majelis tersebut.
Kasus Churchill Mining telah masuk ke ranah hukum sejak 2010. Saat itu Churchill memasukkan gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Samarinda atas surat pembatalan IUP yang dikeluarkan oleh Bupati Isran Noor. PTUN Samarinda memutuskan bahwa pembatalan izin tersebut sudah sesuai prosedur.
Tidak terima dengan putusan itu, Churchill pun mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di Jakarta pada Agustus 2011. Putusan Pengadilan Tinggi tersebut pun masih serupa dengan putusan sebelumnya, begitu pula dengan proses kasasi di Mahkamah Agung.
Obyek sengketa tersebut adalah area konsesi seluas sekitar 35 ribu hektare di kecamatan Busang, Muara Wahau, Telen, dan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Lahan tersebut sebelumnya dikuasai oleh Grup Nusantara, yang berakhir pada 2006-2007. Setelah itu, lahan dikuasai oleh PT Ridlatama yang kemudian diakuisisi oleh Churchill.
GUSTIDHA BUDIARTIE
Berita terkait
Bahlil Beri Sinyal Ormas Bisa Kelola Izin Tambang, Aspebindo: Modal untuk Mandiri
9 jam lalu
Aspebindo mendukung rencana pemerintah membagikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada ormas keagamaan. Apa alasannya?
Baca SelengkapnyaRektor UPN Veteran Yogyakarta: Jumlah Pendaftar Prodi Teknik Pertambangan Naik 3 Kali Lipat
1 hari lalu
Rektor UPN Veteran Yogyakarta Irhas Effendi menyebut ada fenomena cukup menarik dari para peserta UTBK SNBT 2024 di kampusnya.
Baca SelengkapnyaLPDP Buka Beasiswa Prioritas ke NEU, CSU dan UST untuk Bidang Pertambangan
5 hari lalu
Tujuan beasiswa LPDP ini untuk mencetak tenaga kerja untuk memenuhi program hilirisasi industri berbasis tambang mineral di Indonesia.
Baca SelengkapnyaHari Bumi dan Hari Kartini, Petani Kendeng Ungkit Kerusakan Karst yang Memicu Banjir
7 hari lalu
Kelompak masyarakat peduli Pegunungan Kendeng memgangkat isu kerusakan lingkungan pada Hari Bumi dan Hari Kartini/
Baca Selengkapnya10 Perusahaan Timah Terbesar di Dunia, Ada PT Timah
9 hari lalu
Berikut ini deretan perusahaan timah terbesar di dunia berdasarkan jumlah produksinya pada 2023, didominasi oleh pabrik Cina.
Baca SelengkapnyaJATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya
26 hari lalu
Jaringan Advokasi Tambang melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, apa penyebabnya?
Baca SelengkapnyaKorupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun
26 hari lalu
Kasus dugaan korupsi di PT Timah, yang melibatkan 16 tersangka, diduga merugikan negara sampai Rp271 triliun. Terbesar akibat kerusakan lingkungan.
Baca SelengkapnyaRamai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya
27 hari lalu
Pergerakan saham PT Timah Tbk. atau TINS terpantau berfluktuatif usai terkuaknya kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP. Begini analisisnya.
Baca SelengkapnyaKasus Harvey Moeis Korupsi Timah, Peran Lobi-Lobi hingga Membeli Barang Mewah Miliaran
28 hari lalu
Pada Kamis, 4 April 2024, istri Harvey Moeis, selebriti Sandra Dewi mendatangi Kejaksaan Agung untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi
Baca SelengkapnyaIstana Buka Suara soal Luhut Disebut Tak Setuju Revisi PP Minerba Usul Bahlil
28 hari lalu
Menteri Sekretaris Negara Pratikno tak menampik soal posisi Luhut yang tidak setuju.
Baca Selengkapnya