Teknisi melakukan pemeriksaan komponen mesin yang di rakit oleh para siswa SMKN 1 Jakarta, kamis (05/01) Dengan kapasitas mesin 1500 CC Twin Cam 16 valve, dengan bahan logam tertentu yang masih di impor dari luar dibuat mampu bersaing dengan produk mesin mobil ternama. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetyanto menilai peluang sukses industri mobil Esemka lebih besar dibanding industri pesawat IPTN (Industri Pesawat Terbang Nasional) di era Habibie. "Mencari konsumen mobil lebih mudah daripada konsumen pesawat," ujarnya melalui pesan pendek, Kamis malam, 5 Januari 2012.
Tony mengungkapkan dalam kasus pesawat terbang IPTN bisa membuat, tapi kesulitan menjualnya. "Pasar susah diyakinkan untuk membeli pesawat buatan Indonesia, meski sudah kerja sama dengan Casa Spanyol," ujarnya. Mobil Esemka dipandang Tony berpotensi punya masa depan yang lebih baik karena pasar mobil Indonesia semakin luas.
Menurut Tony, tantangan terbesar bagi pengembangan Esemka adalah dalam konsistensi. Bagaimana memproduksi mobil dalam jumlah ribuan per tahun dan bertahan selama setidaknya belasan tahun. "Jalan masih panjang bagi mobil Esemka, tapi bukan tak mungkin," ujarnya.
Menanggapi proyek mobil nasional terdahulu yang tak bernasib panjang, Tony menjelaskan ada dua persoalan besar ketika itu. Pertama, pasar Indonesia waktu itu belum sebesar sekarang. Kedua, ketika itu teknologi tidak mudah ditransfer. "Tidak seperti sekarang. Relatif lebih mudah mengadopsi teknologi," ujarnya. "Lihat mobil nasional zaman dulu modelnya jelek. Sekarang mobil Esemka enak dilihat."