TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengelolaan makro ekonomi Indonesia sudah dalam jalur yang benar dan menuju kestabilan. Hal itu, misalnya, terlihat dari catatan tren inflasi yang cenderung menurun dan stabil.
"Indikator stabilitas ekonomi makro yakni jika sudah mencapai long run inflation yang menurun," kata Peneliti Ekonomi Utama pada Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Darsono, pada diskusi "Mengukur Kekuatan Indonesia Menghadapi Krisis Global" yang diadakan Froum Wartawan Keuangan dan Moneter bersama Bank Negara Indonesia di Jakarta, Kamis, 3 November 2011.
Stabilitas yang dicapai sudah harus dirintis dalam waktu jangka panjang. Darsono lalu menggambarkan besaran inflasi Indonesia sejak sebelum krisis 1998 hingga sekarang memang terus menurun. "Kalau sebelum 1998 rata-rata inflasi sekitar 9-10 persen. Sekarang inflasi asal tidak sampai double digit," kata dia.
Pascakrisis hingga 2004 inflasi sudah mulai menurun sekitar 7-8 persen. Pada 2004-2006 inflasi hanya sekitar 6-7 persen. "Sekarang secara fundamental inflasi rata-rata 4-5 persen," kata Darsono.
Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan, Edy Putra Irawady, mengatakan kondisi inflasi yang rendah baik untuk perekonomian Indonesia. "Sebab daya beli kuat dan bisa mengamankan pasar domestik yang potensinya besar," kata dia. Apalagi dalam kondisi perekonomian global yang masih lemah, sehingga pasar ekspor terganggu.
Untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri, kata dia, harus didorong dengan optimalisasi pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
EKA UTAMI APRILIA
Berita terkait
Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025
1 hari lalu
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.
Baca SelengkapnyaZulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi
1 hari lalu
Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.
Baca SelengkapnyaSehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187
1 hari lalu
Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.
Baca SelengkapnyaPengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan
1 hari lalu
BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.
Baca SelengkapnyaIHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia
1 hari lalu
IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.
Baca SelengkapnyaUang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024
1 hari lalu
BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.
Baca SelengkapnyaAlipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal
2 hari lalu
Para pemohon termasuk perwakilan Ant Group sebagai pemilik aplikasi pembayaran Alipay bisa datang ke kantor BI untuk meminta pre-consultative meeting.
Baca SelengkapnyaRupiah Diprediksi Stabil, Pasar Respons Positif Kenaikan BI Rate
2 hari lalu
Rupiah bergerak stabil seiring pasar respons positif kenaikan BI Rate.
Baca SelengkapnyaTingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah
2 hari lalu
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut pelemahan rupiah dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter AS yang masih mempertahankan suku bunga tinggi.
Baca SelengkapnyaGubernur BI Prediksi Suku Bunga The Fed Turun per Desember 2024: Bisa Mundur ke 2025
2 hari lalu
Gubernur Bank Indonesia atau BI Perry Warjiyo membeberkan asumsi arah penurunan suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR).
Baca Selengkapnya