Vice President I Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Jawa Timur Johan Suryadarma mengatakan, Jepang merupakan pasar ekspor udang dan ikan terbesar setelah Amerika Serikat.
"Sampai hari ini belum terasa dampaknya," kata Johan kepada Tempo, Selasa (15/3).
Namun jika bencana yang terjadi di Jepang terus berkelanjutan, tentunya akan ada pengaruhnya terhadap kegiatan ekspos. "Ancaman nuklir dan solar yang menipis di Jepang membuat kami was-was. Padahal kapal sangat membutuhkan solar," ujar Johan.
Johan memaparkan data, ekspor udang ke Jepang tahun 2010 mencapai 32,185 ton, turun tujuh persen dibandingkan 2009 yang mencapai 34,606 ton. Angka ekspor ke Jepang terus merosot sejak dua tahun lalu.
"Ekspor merosot karena produksi udang dan ikan dari Indonesia semakin sedikit," ucapnya. Penurunan produksi karena cara budidaya yang kurang maksimal.
Brand Manager PT Bumi Laut Shipping Henky Taslim mengatakan, pengiriman barang melalui pelayaran ke Jepang masih berjalan normal dan tidak ada penundaan. Pelabuhan di kota lainnya, seperti di Tokyo, Yokohama, Osaka dan Kobe masih normal beroperasi. "Tapi juga bisa tertunda kalau bahan bakar habis," katanya.
Hengky memprediksi permintaan barang ke Jepang justru akan meningkat pasca bencana di Jepang, khususnya kayu dan furniture. Kayu sangat dibutuhkan di Jepang untuk bahan membangun rumah yang aman dari getaran gempa.
Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan Internasional Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur Liri Idham mengatakan, dampak bencana tsunami di Jepang belum terlihat pada kegiatan ekspor dari Jawa Timur.
"Dampaknya nanti akan dirasakan untuk ekspor non migas," ujarnya. Selama ini dari total ekspor komiditi non migas dari Jawa Timur, sebanyak 20 persen di antaranya untuk pasar Jepang. DINI MAWUNTYAS.