Berpotensi Rugikan Negara, DPR Tuntut Nasionalisasi Inalum

Reporter

Editor

Kamis, 29 April 2010 14:57 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Badan Usaha Milik Negara Dewan Perwakilan Rakyat Nurdin Tampubolon mendesak pemerintah tidak memperpanjang kontrak PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) karena dinilai merugikan negara.


Menurut anggota Fraksi Partai Hanura ini, selama lebih dari 30 tahun beroperasinya Inalum, sama sekali tidak memberikan kontribusi signifikan bagi Indonesia. Sebaliknya, perusahaan tersebut selalu dilaporkan rugi itu telah menjadikan defisit listrik di Sumatera Utara (Sumut).
“Tulis saja, Komisi VI DPR meminta kontrak Inalum pada 2013 tidak diperpanjang, tapi langsung dinasionalisasi,” ujar dia dalam siaran pers yang diterima Tempo, Kamis (29/4).

Sekretaris Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Said Didu mengatakan, Inalum sebaiknya dikembalikan kepada negara. BUMN terkait bisa menjalankan bisnis ini secara penuh. Indonesia dinilai bisa mengelola Inalum dengan baik. "Berdasarkan pengalaman, jika pihak asing memiliki saham mayoritas di BUMN, pemerintah akan susah mengontrolnya," katanya.

Akhir Maret lalu, Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Anshari Bukhari mengatakan pemerintah telah melalui tim teknis masih melakukan audit atas PT Inalum. Audit ini menyangkut audit teknologi, bisnis dan lingkungan.

Anshari menegaskan pemerintah belum membuat komitmen apapun terkait Inalum. "Kami masih menunggu hasil kajian tim teknis, hasilnya seperti apa nanti kita pelajari," katanya.

Saat ini Jepang saat ini menguasai 58,9 persen saham Inalum melalui Nippon Asahan Alumminium (NAA). Pemerintah Indonesia hanya memiliki 41,1 persen saham. Saham Nippon dikuasai 50 persen oleh Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan 50 persen sisanya milik swasta Jepang. Masa berlaku build, operate and transfer (BOT) PT Inalum akan berakhir tiga tahun lagi.

Advertising
Advertising

Sesuai perjanjian pada BAB XXVIII paragraf 10, tiga tahun sebelum masa berlaku BOT habis, Nippon telah menyampaikan permintaan perpanjangan kepada pemerintah Indonesia melalui surat No SCNA-001 tertanggal 26 September 2009.

Nurdin Tampubolon menambahkan pemerintah tidak ada alasan kuat untuk memperpanjang kontrak build, operate, and transfer (BOT) Jepang di Inalum. Potensi sumber daya alam yang dihasilkan Inalum yang sangat besar diekspolitasi sebesar-besarnya tetapi tidak memberi manfaat dan keuntungan bagi bangsa dan negara. “Sumatera Utara jadi kekurangan arus listrik sebab PT Inalum hanya mementingkan produksinya sendiri,” ujar dia.

Karena itu, Nurdin meminta semua pihak, termasuk pemerintah, mendukung nasionalisasi PT Inalum. Dukungan ini diperlukan agar usaha-usaha pihak Jepang melakukan lobi kepada pejabat bisa terbendung. "Saya yakin pihak perusahaan pasti akan gencar melobi para pejabat yang punya pengaruh agar kontrak diperpanjang lagi. Ini harus diawasi."

Setri

Berita terkait

Airlangga Nilai Bahan Baku Logam Belum Tergarap Optimal

24 Agustus 2016

Airlangga Nilai Bahan Baku Logam Belum Tergarap Optimal

Airlangga meyakini Indonesia memiliki deposit logam tanah jarang dalam jumlah cukup besar.

Baca Selengkapnya

Industri Logam Rumahan di Tegal Dilibas Produk Logam Cina  

8 Agustus 2016

Industri Logam Rumahan di Tegal Dilibas Produk Logam Cina  

Satu per satu pemilik industri logam rumahan berhenti berproduksi lantaran sepi order.

Baca Selengkapnya

Industri Logam di Tegal Terancam Gulung Tikar  

5 Agustus 2016

Industri Logam di Tegal Terancam Gulung Tikar  

Sepinya usaha logam di Tegal akibat imbas serbuan produksi logam dari Cina.

Baca Selengkapnya

Industri Beton Pracetak Dinilai Lebih Efisien  

24 Oktober 2013

Industri Beton Pracetak Dinilai Lebih Efisien  

Sampai 2010 beton pracetak atau precast mengisi sekitar 25 persen dari total pasar beton.

Baca Selengkapnya

Industri Logam Mulai Bergairah, Namun Pengusaha Kurang Modal

28 Mei 2010

Industri Logam Mulai Bergairah, Namun Pengusaha Kurang Modal

Penyebabnya adalah munculnya industri serupa di daerah lain, krisis moneter 1998 dan minimnya modal. Namun kini industri logam sudah mulai bergairah lagi.

Baca Selengkapnya

Tahun Ini Industri Manufaktur Stagnan

20 Desember 2007

Tahun Ini Industri Manufaktur Stagnan

Kalangan pengusaha menilai industri manufaktur berada dalam kondisi stagnan selama tahun ini.

Baca Selengkapnya

Pertumbuhan Industri Masih Lambat

28 Februari 2007

Pertumbuhan Industri Masih Lambat

Pemerintah mengungkapkan pertumbuhan sektor industri mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir. Penyebabnya adalah lemahnya daya saing dan ekonomi biaya tinggi.

Baca Selengkapnya

Industri Cor di Klaten Lumpuh, 5 Ribu Pekerja Menganggur

13 Desember 2005

Industri Cor di Klaten Lumpuh, 5 Ribu Pekerja Menganggur

Sebanyak 5 ribu pekerja industri cor logam di Ceper, Batur, Klaten terancam menganggur. Selain karena sulit mendapatkan kokkas (bahan bakar utama untuk pengecoran), juga tingginya tarif Daya Max Plus yang diberlakukan PLN.

Baca Selengkapnya