Perkiraan tersebut termasuk prediksi tegakan padi yang tersisa untuk dipanen sampai akhir tahun ini dengan luasan sekitar 300 ribu hektare. Luasan itu setara dengan 15 persen dari luas lahan panen tanaman padi yang mencapai 2 juta hektare.
Pada 2008 produksi padi mencapai 10,111 juta ton gabah kering giling. Di tahun itu realisasi produksi padi hanya naik sekitar 2 persenan. Pada 2007 produksi padi yang dibukukan jumlahnya 9,914 juta ton gabah kering giling,
Arief mengatakan, kenaikan itu disebabkan iklim relatif lebih baik dibandingkan tahun lalu. Pada 2008, produksi padi naik tipis karena gangguan bencana kekeringan dan banjir. Sepanjang tahun ini iklim relatif lebih baik. Dia mencontohkan puso yang mengakibatkan gagal panen hanya terjadi di areal seluas 3.300 hektare.
Kendati kenaikannya diperkirakan menembus angka 10 persen, namun target panen padi untuk 2010 hanya dipatok pada angka moderat 5 persen. Target produksi 2010 dipatok di angka 11,309 juta ton gabah kering giling. “Kita khawatir kalau terlalu optimis malah tidak tercapai,” ujar Arief.
Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat Oo Sutisna mengatakan, petani kini mengkhawatirkan kemungkinan naiknya Harga Eceran Terendan (HET) pupuk akibat pencabutan sebagian subsidi gas pada tahun depan. “Kalau bisa (pencabutan) ditangguhkan,” ucap dia.
Naiknya patokan harga eceran pupuk itu kini masih dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat. Dia mencontohkan, salah satunya adalah kenaikan HET Pupuk Urea yang tengah dibahas untuk naik 80 persen tahun depan. Saat ini harga pupuk itu masih sekitar Rp 1.200 per kilogram.
Kenaikan patokan harga eceran pupuk itu dikhawatirkan bakal berimbas pada target produksi padi pemerintah. Pemerintah seharusnya memperhitungkan kenaikan produksi padi yang selama ini terjadi tidak disertai dengan naiknya luasan lahan panen. “Kita bisa sesuai target saja sudah bagus,” tutur Sutisna.
Penggantian kebutuhan pupuk petani dengan pupuk organik, menurut dia, juga bukan sebuah solusi. Masalahnya, tidak semua daerah bisa memakai pupuk organik. “Tidak bisa diterapkan di semua daerah,” ujar Sutisna.
AHMAD FIKRI