Pemerintah Gagal Ciptakan Stimulus Fiskal

Reporter

Editor

Kamis, 17 Juli 2003 09:35 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Pengamat Ekonomi dari INDEF, Imam Sugema, menyatakan dalam empat tahun terakhir Indonesia telah gagal menciptakan stimulus fiskal. Hal ini dikatakan Imam Sugema di Universitas Paramadina, Jakarta, Rabu (22/1). Ada beberapa indikator yang menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menciptakan stimulus fiskal: Pertama, tahun 1999-2003 keseimbangan uang primer selalu menunjukkan surplus, hal ini menunjukkan kebijakan fiskal secara agregrat bersifat kontraktif karena jumlah uang yang disetor dari masyarakat lebih banyak dari jumlah yang dibelanjakan. Kedua, jumlah pengeluaran pembangunan pemerintah relatif sangat kecil sehingga diperkirakan tidak mampu menjadi komplemen bagi investasi swasta. Dalam APBN 2002 pembangunan, hanya dianggarkan sekitar 3,1 persen dari GDP. Dan pada tahun 2003 direncanakan meningkat menjadi 3,36 persen. Padahal pada periode krisis anggaran pembangunan berkisar 6-7 persen dari GDP. Hal ini mengkhawatirkan karena pembangunan infrastruktur sangat vital bagi investasi swasta. Jadi tidak mustahil investasi swasta mengalami penurunan. Ketiga, sementara pengeluaran pembangunan tidak berkembang, justru penerimaan pajak yang terus digenjot untuk kompensasi peningkatan beban utang. Jika peningkatan pajak tidak disertai peningkatan pengeluaran pembangunan dikhawatirkan akan terjadi kontraproduktif yang menghambat proses pemulihan ekonomi. Oleh karena itu harus ada kemauan yang keras untuk mengubah kebijakan fiskal yang kontraktif menjadi lebih ekspansif. Salah satunya dengan menciptakan sistem pajak yang dapat merangsang aktivitas usaha dan investasi. Pemerintah telah mengumumkan untuk memberikan 45 stimulus fiskal. Akan tetapi terdapat beberapa kelemahan yang mendasar dari kebijakan fiskal semacam itu sehingga tidak dapat diharapkan efektif dalam meningkatkan kapasitas produktif dunia usaha. Penyebabnya adalah kebijakan fiskal tersebut cenderung memiliki dampak yang lebih besar terhadap sisi konsumsi. Hal ini ditandai dengan pemotongan tarif PPn barang mewah terhadap berbagai jenis produk elektronik. Kebijakan ini dikhawatirkan hanya mendorong konsumsi untuk barang-barang yang tarif pajaknya diturunkan. Selain itu, pemotongan tarif pajak yang tidak menyeluruh hanya akan menguntungkan beberapa jenis produk. Akibatnya, kebijakan ini tidak bisa diharapkan efektif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi keseluruhan. Dengan kondisi ini perlu adaanya perubahan paradigma kebijakan perpajakan yang mampu meningkatkan daya saing sekaligus mengamankan penerimaan pemerintah. Hal ini bisa tercapai jika insentif pajak secara efektif dapat meningkatkan aktivitas perekonomian. Artinya potential loss yang disebabkan perubahan kebijakan pajak harus dapat dikompensasi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga penerimaan pajak secara keseluruhan tidak mengalami penurunan. Jadi menurut Imam Sugema, sistem perpajakan harus dirancang untuk menggerakkan sisi penawaran (supply side). Priandono Tempo News Room

Berita terkait

Aktivis Laporkan Pj Wali Kota Yogyakarta ke Gubernur DIY hingga Ombudsman, Ini Alasannya

2 menit lalu

Aktivis Laporkan Pj Wali Kota Yogyakarta ke Gubernur DIY hingga Ombudsman, Ini Alasannya

Koalisi Pegiat HAM dan Anti Korupsi melaporkan Pj Wali Kota Yogyakarta Singgih Rahardjo ke Gubernur DIY, Mendagri, KPK dan Ombudsman

Baca Selengkapnya

Sepakat Berkoalisi di Pilkada 2024, PKB dan PPP Petakan Daerah Potensial

3 menit lalu

Sepakat Berkoalisi di Pilkada 2024, PKB dan PPP Petakan Daerah Potensial

PPP dan PKB sudah memetakan daerah-daerah yang menjadi target mereka di pilkada pada November mendatang.

Baca Selengkapnya

Perludem Prediksi Jokowi Bakal Cawe-cawe di Pilkada 2024

14 menit lalu

Perludem Prediksi Jokowi Bakal Cawe-cawe di Pilkada 2024

Perludem menilai politisasi bansos dan mobilisasi aparat akan tetap terjadi di Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Nilai Tukar Rupiah Makin Merosot, Rp 16.255 per USD

15 menit lalu

Nilai Tukar Rupiah Makin Merosot, Rp 16.255 per USD

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 45 poin ke level Rp 16.255 per USD dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Posyandu Garda Terdepan Tangani Kesehatan Ibu dan Anak

15 menit lalu

Posyandu Garda Terdepan Tangani Kesehatan Ibu dan Anak

Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan atau pilihan. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Sebanyak 16.627 Peserta Akan Ikuti UTBK-SNBT IPB University, Panitia Ingatkan Ini

23 menit lalu

Sebanyak 16.627 Peserta Akan Ikuti UTBK-SNBT IPB University, Panitia Ingatkan Ini

16.627 peserta akan ikuti UTBK-SNBT di IPB University pada 30 April 2024, 02 - 07 Mei 2024 dan 14 - 20 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Jogja Art Books Festival 2024 Dipusatkan di Kampoeng Mataraman Yogyakarta

27 menit lalu

Jogja Art Books Festival 2024 Dipusatkan di Kampoeng Mataraman Yogyakarta

JAB Fest tahun ini kami mengusung delapan program untuk mempertemukan seni dengan literasi, digelar di Kampoeng Mataraman Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Asal Usul 29 April Ditetapkan sebagai Hari Posyandu Nasional

30 menit lalu

Asal Usul 29 April Ditetapkan sebagai Hari Posyandu Nasional

Presiden Soeharto menetapkan 29 April 1985 sebagai Hari Posyandu Nasional.

Baca Selengkapnya

Pengendara Motor di Depok Jadi Korban Tabrak Lari Kendaraan Dinas Polisi

31 menit lalu

Pengendara Motor di Depok Jadi Korban Tabrak Lari Kendaraan Dinas Polisi

Seorang pengendara motor di Depok jadi korban tabrak lari kendaraan dinas polisi. Korban alami luka serius dan harus dirawat di rumah sakit.

Baca Selengkapnya

Lokasi Nobar Piala Asia U-23 Pindah ke Halaman Kemenpora, Bisa Datang Tanpa Registrasi

38 menit lalu

Lokasi Nobar Piala Asia U-23 Pindah ke Halaman Kemenpora, Bisa Datang Tanpa Registrasi

Lokasi nobar Piala Asia U-23 Indonesia vs Uzbekistan malam ini dipindah dari Auditorium Wisma Kemenpora ke Halaman Kemenpora.

Baca Selengkapnya