Kadin Usul Disinsentif atas Impor Barang Konsumtif

Reporter

Editor

Selasa, 21 Oktober 2008 16:00 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin), M.S. Hidayat, meminta pemerintah memberi disinsentif terhadap jenis barang-barang impor konsumtif, seperti pakaian jadi, makanan, dan minuman.

"Harus ada aturan yang membatasi impor barang konsumtif," kata Hidayat di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa (22/10).

Menurutnya, jenis barang konsumtif mesti mendapat proteksi dari pemerintah dari kemungkinan serbuan barang-barang impor.

Hidayat mengaku tidak keberatan terhadap impor barang modal dan bahan baku, karena membuktikan pertumbuhan industri manufaktur. Namun, impor barang modal dan bahan baku juga menunjukkan ketergantungan industri nasional yang tinggi terhadap impor bahan baku.

Ironis, katanya, ketika booming industri manufaktur, tapi bahan bakunya justru impor. "Ada tekanan devisa ketika industri manufaktur bangkit, tapi impor bahan baku," jelasnya.

Menurut Hidayat, sudah saatnya konsep industri diubah agar pengusaha Indonesia tidak lagi tergantung pada impor bahan baku.

Kadin juga mengusulkan dalam sidang kabinet agar mengurangi kegiatan ekspor bahan baku. Menurutnya, akan lebih baik jika investor datang dan membuat pabrik dan bahan baku dari Indonesia, sehingga Indonesia punya nilai tambah. Adapun pemasaran barang bisa dilakukan bersama.

"Kalau selama ini hanya mengandalkan ekspor bahan baku, yang menikmati hanya asing," jelasnya.

Namun, pada kesempatan terpisah, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Erwin Aksa Mahmud, berpendapat berbeda tentang disinsentif terhadap barang impor konsumtif. "Itu perlu dicermati lebih dalam," ujarnya.

Erwin mengatakan ada beberapa faktor yang membuat produk domestik lebih mahal dibandingkan barang impor konsumtif tersebut. Pemerintah perlu melakukan perbaikan atas faktor-faktor ini supaya produk domestik mampu bersaing dengan produk impor.

Faktor pertama, katanya, produksi dalam negeri belum mencapai titik produksi maksimal. Erwin membandingkan dengan situasi di Cina. Saat produksi di Cina, misalnya, telah mencapai satu juta unit, Indonesia baru 100 unit. "Level produksi mereka lebih besar," kata Erwin.

Faktor kedua, perbankan di Cina mendukung perkembangan industri dengan memberi insentif bunga lebih besar. Ketiga, produktivitas tenaga kerja di Cina lebih baik dari Indonesia karena undang-undang ketenagakerjaan Cina mendukung sektor usaha bisnis. Keempat, masalah logistik dan infrastruktur seperti keamanan pasokan listrik, jalan dan pelabuhan yang lebih baik, sehingga terjadi efisiensi kegiatan produksi.

"Yang perlu kita lakukan adalah membuat Standar Nasional Indonesia (SNI) dan penanggulangan terhadap impor ilegal," kata Erwin.

Nieke Indrietta

Berita terkait

Bea Cukai Beri Tips Terhindar dari Denda Bawa Barang Belanja dari Luar Negeri

3 jam lalu

Bea Cukai Beri Tips Terhindar dari Denda Bawa Barang Belanja dari Luar Negeri

Bea Cukai memberi tips agar tak terkena sanksi denda saat bawa barang belanja dari luar negeri.

Baca Selengkapnya

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

1 hari lalu

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengatakan laporan yang disampaikan bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, masih ditindaklanjuti.

Baca Selengkapnya

Viral Kasus Bea Masuk Rp 31 Juta Satu Sepatu, Dirjen Bea Cukai: Itu Termasuk Denda Rp 24 Juta

1 hari lalu

Viral Kasus Bea Masuk Rp 31 Juta Satu Sepatu, Dirjen Bea Cukai: Itu Termasuk Denda Rp 24 Juta

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan kasus pengenaan bea masuk Rp 31 juta untuk satu sepatu sudah sesuai aturan.

Baca Selengkapnya

Mendag Zulkifli Hasan Sebut Neraca Perdagangan Indonesia Surplus US$ 4,47 Miliar, Impor Barang Modal Laptop Anjlok

1 hari lalu

Mendag Zulkifli Hasan Sebut Neraca Perdagangan Indonesia Surplus US$ 4,47 Miliar, Impor Barang Modal Laptop Anjlok

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan klaim neraca perdaganga Indonesia alami surplus, ada beberapa komoditas yang surplus dan ada beberapa yang defisit.

Baca Selengkapnya

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

2 hari lalu

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

Kementerian Perindustrian atau Kemenperin menyatakan impor untuk komoditas bahan baku plastik kini tidak memerlukan pertimbangan teknis lagi.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

3 hari lalu

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengusaha Minta Pemerintah Perluas Pemberian Insentif

4 hari lalu

Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengusaha Minta Pemerintah Perluas Pemberian Insentif

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Shinta Kamdani menilai melemahnya nilai tukar rupiah berdampak pada penurunan confidence ekspansi usaha di sektor manufaktur nasional.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

5 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

5 hari lalu

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.

Baca Selengkapnya

Indonesia Targetkan Nilai Ekspor Kopi ke Mesir Tahun Ini Tembus Rp 1,5 Triliun

5 hari lalu

Indonesia Targetkan Nilai Ekspor Kopi ke Mesir Tahun Ini Tembus Rp 1,5 Triliun

Atase Perdagangan Kairo, M Syahran Bhakti berharap eksportir kopi Indonesia dapat memenuhi permintaan dari Mesir pada 2024 ini di atas Rp 1,5 triliun.

Baca Selengkapnya