TEMPO Interaktif, Jakarta:Konsumen minyak goreng curah semakin menjerit lantaran kini harus mengeluarkan duit Rp 10.000 untuk mendapatkan minyak sebanyak satu kilogram. "Sangat menyengsarakan," keluh David, seorang pedagang gorengan di Ciseureuh, Purwakarta, kemarin. "Tiap hari harus nombok." Santi, pedagang kebutuhan sembilan bahan pokok, mengaku harus menjual minyak goreng curah seharga Rp 9.700-10.000 per kilogram karena dia pun harus membelinya seharga Rp 9.200 per kilogram dari grosiran. "Dalam tiga hari, harganya naik sampai Rp 1.000 per kilogram," ujar Haji Lamin, pemilik grosiran RPM di Purwakarta. Hal serupa juga terjadi di sejumlah pasar besar di Bojonegoro, Jawa Timur. Data yang dihimpun Tempo menunjukkan, pedagang sembako rata-rata menjual di atas harga normal. Minyak goreng curah dijual Rp 9.500 per kilogram, langsung meroket Rp 1.300 dari harga rata-rata sebelumnya Rp 8.200 per kilogram. Sedangkan harga minyak goreng kemasan atau bermerek, rata-rata dijual dengan harga di atas Rp 10.000 per kilogram. Sementara di Kediri, minyak goreng curah dijual pada harga Rp 8.900 per kilogram dan Rp 9.700 per kilogram untuk yang berkualitas baik. Di Kabupaten Ngawi, orang bahkan harus mengantri sedikitnya enam jam untuk bisa mendapatkan minyak goreng curah di operasi pasar. Katno, warga Desa Geneng, mengaku rela antri agar bisa membeli minyak goreng dengan harga Rp 6.500 per kilogram. Sementara, kalau membeli di warung atau pasar sudah dijual dengan harga Rp 9.000-9.500 per kilogram. Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta, operasi pasar minyak goreng dilakukan di perumahan bukan di pasar. "Sebab, kalau di pasar, yang menikmati pedagang bukan masyarakat langsung," tuturnya. Di sejumlah pasar di Yogyakarta, minyak goreng curah diecer dengan harga di atas Rp 9.500 per kilogram. Sementara, di tingkat pedagang besar berkisar antara Rp 9.000-9.200 per kilogram. Dari Cirebon juga dilaporkan, harga minyak goreng curah terus merangkak naik hingga mendekati Rp 10.000 pr kilogram. Sedangkan, di Bekasi dikabarkan sejumlah agen dan pengecer di pasar sudah tidak menjual minyak goreng curah sejak empat hari lalu karena tidak mendapatkan jatah kiriman. Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi mengatakan, harga minyak goreng curah di tingkat eceran akan menemukan titik kesimbangan baru yakni Rp 6.800-7.000 per kilogram. “Pemerintah telah memberi waktu masyarakat untuk melakukan adjustment,” katanya. Terkait dengan empat opsi untuk menormalkan kembali harga minyak goreng, menurut Bayu, bisa digunakan secara berbeda kepada setiap pengusaha atau produsen. Opsi pun bisa dipakai secara kombinasi. Keempat opsi itu adalah: program stabilisasi harga (PSH), kenaikan pungutan ekspor dari 1,5 menjadi 6,5 persen, mewajibkan pasokan dalam negeri (DMO), dan pemberian subsidi dalam penjualan minyak goreng. “Saya kira, semuanya (opsi) reasonable (masuk akal). Karena tiap opsi harus memenuhi dua pertimbangan, yakni legal dan ekonominya," tuturnya. Namun, dia mengingatkan, kebijakan apapun yang akan diambil pemerintah, pasti akan mendorong harga minyak kelapa sawit (CPO) dunia terus naik. “Itu konsekuensinya," ujar dia. "Makanya harus dilihat lagi apa kebijakan yang pas." Sementara, Menko Perekonomian Boediono secara terpisah menegaskan bahwa opsi subsidi ke industri hilir CPO baru bersifat wacana. "Kami masih inginkan, para pelaku berusaha menstabilkan harga dulu dengan mekanisme yang sudah disepakati," kata dia. Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Akmaluddin Hasibuan menilai, rencana menaikkan pungutan ekspor sebesar lima persen menjadi 6,5 persen tidak akan menurunkan semangat mengekspor. "Kalau cuma segitu marjin keuntungan belum terganggu. Kalau naik jadi 20 persen baru terganggu," tuturnya. NANANG SUTISNA/SUJATMIKO/DWIDJO U. MAKSUM/DINI MAWUNTYAS/SYAIFUL AMIN/SISWANTO/IVANSYAH/IMRON ROSYID/RR ARIYANI/YULIAWATI