TEMPO.CO, Jakarta - Analis dari PT Mandiri Sekuritas, Leo Putera Rinaldy, memperkirakan rasio defisit transaksi berjalan (CAD) terhadap produksi domestik bruto (PDB) tahun ini ini bakal melebar jadi 2,2 persen, namun masih tetap terkendali. Sebab rata-rata surplus aset finansial (financial account) pada periode 2010-2015 sebesar 2,85 persen dari PDB. Sepanjang 2016, rasio CAD sebesar 1,8 persen. “Kami melihat rasio CAD masih managable,” ujarnya, dalam hasil riset yang dipublikasi Senin, 13 Februari 2017.
Menurut Leo, surplus neraca pembayaran (BoP) melunak menjadi US$ 4,5 miliar dari US$ 5,7 miliar pada kuartal III 2016 karena penurunan surplus aset finansial. Suplus neraca pembayaran sepanjang 2016 mencapai US$ 12,9 miliar, atau naik dibandingkan US$ 1,1 miliar pada 2015. “Di sisi lain CAD melebar menjadi minus 0,8 persen dari PDB pada kuartal IV 2016,” ungkapnya.
Baca : Pilkada DKI Diprediksi Berpengaruh Kecil pada Perekonomian
Leo mengatakan kenaikan aktivitas impor karena adanya investasi akan tertutup oleh kenaikan ekspor karena perbaikan ekonomi global dan kenaikan level harga komoditas. Selain itu perubahan struktural perusahaan Indonesia yang sebelumnya menggunakan perusahaan cangkang (SPV) luar negeri menjadi dalam negeri karena program amnesti pajak akan membantu mempersempit defisit penerimaan yang berkontribusi sekitar US$ 6 milliar–US$ 7 miliar per kuartal terhadap CAD.
“Jika ada faktor yang dapat menyebabkan rupiah bervolatilitas, kami meyakini penyebabnya akan berasal dari volatilitas sektor keuangan. Ketidakpastian global dapat tetap terjadi pasca-Brexit dan pemilihan Amerika Serikat diikuti oleh normalisasi agresivitas kebijakan Federal Reserve,” paparnya.
Karena itu, kata Leo, dia meyakini risiko keluarnya portofolio dana modal (outflow) masih tetap tinggi. Namun permintaan terhadap utang valuta asing juga bakal terpangkas, terutama pada semester II 2017, yang disebabkan kenaikan beban kredit valas ketika terjadi potensi kenaikan suku bunga Fed Fund Rate pada periode yang sama.
Baca : Harga CPO Diprediksi Terkoreksi
Leo menambahkan ekspektasi volatilitas rupiah dan kenaikan inflasi mengindikasikan tidak adanya ruang pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia. Karena itu, dia memprediksi mata uang rupiah akan sulit terapresiasi tahun ini dibandingkan posisi akhir tahun lalu. “Kami masih tetap memprediksi posisi rupiah pada Rp 13.400 per dolar AS dengan rerata yang lebih tinggi yaitu Rp 13.450 per dolar AS tahun ini,” ujarnya.
Dengan potensi volatilitas rupiah diikuti oleh kenaikan tekanan inflasi, Leo memprediksi suku bunga BI 7-days reverse repo rate akan tetap flat pada level 4,75 persen sepanjang 2017. Sepanjang tahun lalu BI memangkas suku bunga hingga 150 basis poin.
ABDUL MALIK