TEMPO.CO, Jakarta - Masuknya Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar sebagai Wakil Komisaris Utama PT Pertamina dinilai sebagai keputusan yang positif. "Saya kira ini pilihan profesional, yakni menempatkan orang-orang yang mempunyai kompetensi di bidangnya," kata Ahmad Redi, pengamat hukum sumber daya alam dari Universitas Tarumanegara, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 28 November 2016.
Arcandra menjadi Wakil Komisaris Utama Pertamina berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina yang dituangkan dalam salinan Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-254/MBU/11/2016, Senin, 14 November 2016. Ia menggeser posisi Edwin Hidayat Abdullah yang diturunkan sebagai anggota komisaris. Edwin mengisi posisi Widhyawan Prawiraatmadja, yang pada saat bersamaan diberhentikan sebagai komisaris Pertamina.
Menurut Redi, selama ini banyak orang penting di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki komunikasi yang tidak begitu baik dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia. Komunikasi yang dilakukan lebih banyak ke Kementerian BUMN. "Dengan masuknya Arcandra, diharapkan komunikasi bisa berjalan lebih baik dengan Kementerian ESDM," katanya.
Baca: 16 Asosiasi Peternak Deklarasikan Hari Peternak Nasional
Ihwal posisi Edwin Hidayat yang tergeser oleh Arcandra, menurut Redi, merupakan hal yang perlu dicatat. Apakah ini karena secara struktural posisi Arcandra sebagai Wakil Menteri ESDM lebih tinggi daripada Edwin yang di Kementerian BUMN menjabat Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN. "Arcandra adalah Wakil Menteri (ESDM), rasanya secara psikologis tidak mungkin hanya menjadi komisaris biasa, wakil komut itu yang cocok."
Edwin diangkat menjadi Komisaris Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor S-64/S.MBU/03/2016 tertanggal 29 Maret 2016.
Baca: Menhub: Human Error Penyebab Dominan Kecelakaan Kapal
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara ini melihat Arcandra adalah orang yang sangat paham pengelolaan migas. Kehadirannya di Pertamina diyakini bisa membawa perusahaan itu menjadi lebih baik, termasuk wacana pembelian PGE oleh PLN.
Namun, untuk mencapai ini, Arcandra harus menata Pertamina dengan kerja keras. Penulis sejumlah buku terkait pertambangan ini menyebutkan beberapa tugas yang bisa dilakukan Arcandra untuk membuat Pertamina lebih maju.
Pertama, meningkatkan aksi korporasi serta pengembangan usaha di luar negeri, terutama mengusahakan minyak di Timur Tengah. Kedua, mencari temuan ladang minyak baru di dalam negeri guna meningkatkan produksi perusahaan. Ketiga, menjadikan Pertamina perusahaan yang modern, menyamai perusahaan minyak di luar negeri, seperti Exxon, Caltex, dan Petronas.
Dengan kata lain, Pertamina jangan terus berkutat di dalam negeri. Keempat, mengurangi ketergantungan pada pemerintah, dalam hal ini pengadaan modal yang berasal dari pemerintah, dan menjadi perusahaan yang mandiri.
Sebelum terpilih menjadi Wakil Komisaris Utama Pertamina, Arcandra pernah menyampaikan pemikiran tentang pengembangan minyak dan gas bumi di wilayah sulit. Dirut Pertamina Dwi Soetjipto mengaku hal itu sejalan dengan Pertamina. Untuk mengeksplorasi sumber migas di wilayah sulit memang dibutuhkan teknologi seperti enhanced oil recovery (EOR). Sebab, saat ini era pencarian sumber migas di tempat mudah sudah berakhir.
Simak: Jokowi Bakal Masuk Guinness Book of Record di Tuban
Menurut Dwi, Pertamina akan memiliki pusat pengembangan teknologi terkait pengembangan energi. Rencananya, tahun depan pusat perkembangan teknologi tersebut terwujud. "Ya, itulah di Pertamina berkali-kali saya menyampaikan pentingnya teknologi. Kami harap tahun depan akan bisa mengimplementasikan technology center," ucapnya, beberapa waktu lalu.
Redi menyambut positif pemikiran Arcandra dan Dwi Soetjipto. Teknologi terbaru memang mutlak digunakan untuk pengembangan migas saat ini. "Suka tidak suka, untuk terus meningkatkan produksi Pertamina, juga harus berusaha mencari ladang baru meski sulit," katanya.
SETIAWAN ADIWIJAYA