TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan sukuk retail dapat menjadi salah satu instrumen yang kuat dalam mempromosikan keuangan inklusif.
Menurut Bambang, dengan diterbitkannya sukuk retail, kesempatan para investor retail memiliki akses secara langsung dalam instrumen pasar modal semakin terbuka.
"Penerbitan itu juga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menginvestasikan uangnya dengan aman dan menguntungkan dalam pembiayaan proyek-proyek infrastruktur," ucap Bambang saat workshop "Sukuk for Infrastructure Financing and Financial Inclusion Strategy" dalam Sidang Tahunan Islamic Development Bank ke-41 di Jakarta Convention Center, Selasa, 17 Mei 2016.
Selain itu, menurut Bambang, penerbitan sukuk retail juga merupakan sebuah langkah yang efektif untuk mengurangi ketimpangan. Sukuk tersebut dapat memperkuat masyarakat menengah ke bawah dan menyediakan kesetaraan akses dalam produk-produk investasi.
"Sukuk retail juga merupakan instrumen yang dapat menciptakan rasa kepemilikan dalam proses ekonomi," ujarnya.
Hingga kini, Bambang menuturkan pemerintah telah menerbitkan delapan seri retail sukuk yang terutama diperuntukkan bagi investor individual.
Total jumlah penerbitan sukuk retail meningkat signifikan dari Rp 5,5 triliun pada 2008 menjadi Rp 31,5 triliun tahun ini. "Total investor juga meningkat, dari 14.295 orang pada 2008 menjadi 48.444 orang tahun 2016," katanya.
Menurut Bambang, keuangan inklusif memang menjadi agenda utama bagi negara-negara berkembang. Keuangan inklusif adalah katalis bagi pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. "Saya percaya keuangan syariah dapat berperan penting dalam agenda ini. Keuangan syariah dapat mengurangi ketimpangan antarnegara," ucapnya.
Sampai hari ini, Sidang Tahunan IDB ke-41 sudah memasuki hari ketiga. Sidang ini digelar pada 15-19 Mei 2016. Sidang yang dihadiri 56 negara anggota IDB itu membahas beberapa topik utama, seperti pengembangan investasi syariah untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan pengembangan pasar syariah mikro bagi keuangan inklusif.
ANGELINA ANJAR SAWITRI