TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berencana mencabut subsidi listrik golongan 900 VA (volt ampere) secara bertahap per Juni mendatang. Namun realisasinya masih menunggu keputusan pemerintah. "Belum ada keputusan resmi," ujar Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun kepada Tempo, Kamis, 28 April 2016.
Pencabutan subsidi listrik ini didasari pada data PLN yang menyebutkan 18 juta rumah tangga pengguna listrik 900 VA yang tidak layak subsidi. Data tersebut adalah hasil koordinasi dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dan verifikasi perseroan di lapangan sejak pertengahan Januari lalu. Hasilnya, hanya ada 4,3 juta pelanggan 900 VA dan semua pelanggan 450 VA yang mendapat bantuan pemerintah.
Dengan pencabutan subsidi listrik itu, artinya akan ada kenaikan tarif listrik. Setidaknya ada empat tahap kenaikan tarif yang dimulai pada Juni hingga Desember. Kenaikan tarif akan mencapai 23 persen selama dua bulan sekali untuk menghindari gejolak di masyarakat. Selama tenggat waktu ini, PLN berjanji melakukan sosialisasi sebelum mengubah besar tagihan.
Data PLN menyebutkan selama ini pelanggan 900 VA rata-rata memakai listrik sebesar 127,29 kilowatt-jam (kWh) per bulan dengan tagihan senilai Rp 74.609. Para pelanggan mendapat subsidi Rp 775 per kWh dari harga keekonomiannya sebesar Rp 1.360 per kWh.
Artinya, pelanggan ini hanya membayar Rp 585 per kWh. Sedangkan jika tanpa subsidi, satu rumah tangga berlistrik 900 VA harus membayar Rp 172.515 per bulan.
Pelanggan listrik 450 VA mendapat subsidi lebih besar, yakni Rp 943 per kWh. Mereka hanya membayar listrik Rp 417 per kWh. Tarif keekonomiannya, berdasarkan catatan PLN, hampir sama dengan golongan 900 VA.
Alokasi subsidi listrik dalam APBN 2016 diketahui sebesar Rp 38,39 triliun. Angka ini merosot dibanding subsidi 2015 sebesar Rp 56 triliun. Sebab, anggaran mengasumsikan subsidi listrik sebagian pelanggan 900 VA sudah dicabut.
ROBBY IRFANY