TEMPO.CO , Semarang: Pusat Informasi Pasar Modal Semarang menyebutkan banyak mahasiswa yang berinvestasi lewat pasar modal. Kemudahan membeli saham dalam satuan slot yang hanya 100 lembar dan upaya sosialisasi melibatkan kampus, dinilai menjadi penarik minat mahasiswa menginvestasikan uangnya lewat lembaga sekuritas di Kota Semarang.
“Ini pengaruh kebijakan pembelian saham yang tak mahal, yakni 100 lembar per slot sehingga dengan uang Rp 100 ribu mahasiswa bisa berinvestasi,” kata Divisi Edukasi dan Informasi Pasar Modal Semarang, Fanny Rifqi El Fuad, Selasa 14 April 2015.
Fanny memastikan tahun ini terdapat 1.600 mahasiswa di Semarang yang berinvestasi sejumlah sektor usaha lewat bursa efek. Tercatat Pusat Informasi Pasar Modal Semarang telah menjalin delapan perguruan tinggi di Kota Semarang. “Dengan-rata-rata mahaiswa yang aktif berinvestasi mencapai 200 orang per kampus,” kata Fani.
Pelaku penanam modal lewat bursa efek di Kota Semarang memasuki 2015 lalu mencapai 10 ribu orang atau meningkat dari akhir 2014. Mereka menggunakan 24 jasa sekuritas dan reksa dana dengan nilai investasi per bulan dalam satu perusahaan sekuritas antara Rp 100 hingga Rp 200 miliar.
Tercatat sektor bisnis konsumsi, keuangan, dan infrastrutur menjadi tempat paling diminati bagi investor di Semarang. “Sedangkan perdagangan urutan ke empat paling diminati. Sektor pertambangan dan perkebunan menjadi industri yang paling seret investor,” katanya.
Pusat Informasi Pasar Modal Semarang berencana membidik kalangan ibu rumah tangga untuk belajar berinvestasi. Kesempatan ibu rumah tangga itu dinilai peluang menarik untuk menanamkan usaha di luar menabung .
“Selama ini pasar modal menjadi alternatif investasi di samping instrumen investasi lain halnya menabung konvensional yang dinilai tak cukup untuk masa depan,” kata Fani.
Fahriyanto, seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi Kota Semarang, telah berinvestasi di bursa efek sejak dua bulan terakhir. Ia berinvestasi di bursa efek mampu memberi keuntungan yang menarik. “Sekaligus menjadi wahana belajar yang menghasilkan,” kata Fahriyanto.
Mahasiswa fakultas ekonomi itu mengenal bursa efek sejak sosialsiasi lewat pelajaran tambahan di kampusnya. Saat ini ia bisa mengalihkan sisa uang sakunya untuk membeli saham rata-rata mencapai Rp 500 ribu per bulan.
EDI FAISOL