TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah untuk mengusut kasus penyadapan oleh Australia dan Amerika Serikat yang diduga melibatkan dua operator seluler, Indosat dan Telkomsel.
"Ini harus kita selesaikan, rule of the game-nya seperti apa. Kalau Australia menyadap untuk kepentingan Amerika Serikat, ya itu tidak wajar. Rahasia perusahaan itu kan tidak bisa disadap," kata Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi, kepada wartawan di Jakarta Convention Center, Kamis, 20 Februari 2014.
Menurut dia, pemerintah harus melakukan pembicaraan dengan pemerintah Australia dan Amerika Serikat. Sofjan menegaskan, Indonesia tidak bisa membiarkan penyadapan terus berlangsung karena etika bernegara harus dijunjung tinggi. "Etik harus dijaga kecuali negara dalam kondisi perang.”
Sofjan mengakui bahwa penyadapan bukanlah hal yang baru, apalagi di dunia usaha. Sayangnya, Indonesia selama ini dinilai hanya berfokus pada penyadapan di level kebijakan.
Padahal, penyadapan antarperusahaan untuk mengetahui rahasia bisnis kompetitor sudah marak terjadi. "Ini kan tidak wajar. Rahasia-rahasia perusahaan tidak bisa disadap sembarangan. Tapi semua dunia melakukan itu dalam rangka persaingan usaha. Ini yang harus dihentikan," kata Sofjan.
Sebelumnya, Indosat dan Telkomsel disebut-sebut terlibat dalam penyadapan yang dilakukan Australia dan Amerika Serikat. Kedua operator ini menguasai 77 persen pelanggan seluler di Indonesia.
Penyadapan terbaru oleh intelijen Amerika Serikat dan Australia di Indonesia dilansir harian New York Times dua hari lalu. Berdasarkan dokumen rahasia dari Edward Snowden, pada 2012 NSA pernah membuka akses bagi Australian Signals Directorate untuk memperoleh data hasil penyadapan.
Baik Indosat maupun Telkomsel menyangkal pihaknya terkait dengan penyadapan. "Kami tak pernah memberikan akses pada pihak Australia atau siapa pun," kata juru bicara Indosat, Adrian Prasanto. Juru bicara Telkomsel, Adita Irawati, mengatakan pihaknya selalu mematuhi peraturan.
ANANDA TERESIA
Berita terpopuler:
Facebook Beli WhatsApp Senilai US$19 Miliar
Tifatul: 50 Persen Pelajar Pernah Akses Pornografi
Yahoo Akuisisi Startup Distill
Facebook Kini Beri Banyak Pilihan Jenis Kelamin