Pernyataan itu disampaikan Arifin menanggapi Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo. Sebelumnya, Tjiptardjo menyatakan tak sependapat menjadikan zakat sebagai pengurang pajak, seperti diusulkan dalam draf Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Zakat. Menurut dia, Undang-Undang Perpajakan sudah mengakomodasi kewajiban membayar zakat sebagai pengurang pendapatan tidak kena pajak.
Selain itu, menurut dia, zakat dianggap sebagai kewajiban religius umat Islam sehingga tidak bisa dicampurkan dengan kewajiban sebagai warga negara. Implikasinya, kata Tjiptardjo, zakat dan pajak merupakan dua entitas yang berbeda sehingga harus ditarik secara terpisah.
Arifin mengatakan, pemberian insentif tersebut adalah bentuk penghargaan negara bagi para pembayar zakat karena telah ikut serta membantu masyarakat. Selain itu, cara ini diyakini akan semakin mendorong masyarakat untuk membayar zakat.
Sementara itu, Gerakan Masyarakat Peduli Zakat (Gemaz) menilai penolakan Direktur Jenderal Pajak karena tak rela melimpahkan sebagian penerimaan pajak kepada pengelola zakat. Advokat Gemaz, Arif Rahmadi, mengatakan pemerintah semestinya bisa meniru Malaysia, yang sudah lebih dulu menerapkannya. "Di sana terbukti positif meningkatkan penerimaan pajak dan zakat," kata Arif.
Meski demikian, Dompet Dhuafa menyatakan tak ingin mempertentangkan perbedaan pendapat tersebut. "Kami tidak ingin menjadikan ini sebagai polemik," katanya. Menurut dia, setiap usulan yang ada masih dibutuhkan kajian mendalam. Selain itu, masih terbuka ruang untuk mendiskusikan konsep pengelolaan zakat, seperti apa yang lebih efektif, karena proses pembahasan RUU Pengelolaan Zakat masih berjalan.
Menurut Arifin, yang saat ini lebih penting adalah pemerintah bersama masyarakat harus memperjelas konsepsi zakat, apakah berada di wilayah sosial kemasyarakatan atau berada dalam wilayah bernegara. Selain itu, lembaga-lembaga penyalur zakat yang sudah ada harus dibenahi proses kelembagaannya.
Ia menambahkan, saat ini masih ada beberapa lembaga yang belum bisa melakukan penyaluran zakat dengan sangat baik. "Karena justru akan mubazir jika dana (zakat) sudah terhimpun banyak namun tidak tahu harus disalurkan ke mana," kata Arifin.
Setelah kedua hal tersebut diperjelas, barulah pemerintah bersama masyarakat dapat membicarakan konteks zakat sebagai pengurang pajak dengan lebih efektif. Namun, Arifin menegaskan, pemerintah memang sebaiknya memberikan insentif bagi pembayar pajak. "Kalaupun nantinya zakat tidak bisa dijadikan sebagai pengurang pajak, setidaknya zakat bisa dijadikan sebagai pengurang pendapatan kena pajak," ujar Arifin.
EVANA DEWI | ANTON WILLIAM