TEMPO.CO, Jakarta -PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan Petrochina tidak melanjutkan kerja sama pengelolaan (joint operation body) Blok Tuban di Jawa Timur. Pasalnya, menurut Direktur Utama PHE Gunung Sardjono Hadi, pengembangan lapangan minyak dan gas bumi saat ini tidak lagi mengenal skema tersebut.
"Memang skema kontrak bagi hasil dalam bentuk JOB sudah tidak ada lagi. Yang ada hanya bentuk PSC," ujar Gunung kepada Tempo, kutip Koran Tempo edisi Kamis, 20 Juli 2017.
Simak: Pertamina EP Persiapkan Pengeboran Lepas Pantai Perdana
Kontrak pengelolaan bersama Pertamina-Petrochina akan berakhir pada 2018. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyerahkan operasi selanjutnya kepada Pertamina dengan porsi kepemilikan 100 persen. Kontrak JOB beralih menjadi akad bagi hasil kotor (gross split).
Pertamina berhak melepas sebagian saham dengan skema business to business. Namun, Gunung menuturkan, sampai sekarang belum ada permintaan saham dari perusahaan migas asal Cina itu. "Kalau Petrochina tertarik, Pertamina bakal share down dengan skema B to B.”
Baca: Pertamina Bersiap Kelola Blok Mahakam Januari 2018
Awalnya, perusahaan berniat melanjutkan kerja sama. Bahkan akan melanjutkan produksi migas sebesar 4.000 barel setara minyak per hari (MBOEPD). Pertamina berencana menanam modal sebesar US$ 80 juta. Cadangan terbukti area ini tercatat 6.000 MBOEPD. Gunung tidak menjelaskan kelanjutan rencana itu, setelah pemerintah mengubah skema menjadi gross split.
Selain Blok Tuban, nasib serupa berlaku di Blok Ogan Komering. Pertamina berencana menggelontorkan hingga US$ 200 juta. Produksi lapangan ini sebesar 3 MBOEPD dan cadangan sebanyak 2.000 MBOEPD. Perusahaan bermitra dengan Talisman.
Dua blok tersebut nantinya juga bakal dikelola dengan skema bagi hasil kotor (gross split). Begitu juga dengan wilayah kerja lain, seperti Blok Sanga-Sanga, Blok South East Sumatera, Blok Tengah, Blok East Kalimantan, Blok Offshore Northwest Java, dan Blok Attaka. Menteri Energi Ignasius Jonan berpesan, produksi di semua blok yang diberikan tidak boleh menyusut.
Lihat: Pertamina Gunakan Skema Gross Split di 8 Blok Migas
Pertamina telah menyerahkan hasil kajian keekonomian blok kepada pemerintah. Hasilnya, perusahaan membutuhkan tambahan jatah migas sedikitnya 5 persen supaya ekonomis. Artinya, perusahaan bakal memperoleh 53 persen bagian gas dan 48 persen untuk minyak. Semula, sesuai Peraturan Menteri Energi Nomor 8 Tahun 2017, porsi minyak 43 persen dan gas 48 persen. Pertamina hanya keberatan mengelola Blok East Kalimantan lantaran harus menanggung biaya pemulihan lingkungan.
Sejauh ini, Pertamina baru memperoleh tambahan jatah di Blok ONWJ sebesar 5 persen. Wakil Menteri Energi Arcandra Tahar mengatakan Pertamina berpeluang mendapat jatah tersebut selama memakai skema gross split. Syarat lainnya adalah efisiensi, penggunaan komponen dalam negeri, pengembangan masyarakat, serta aspek keselamatan kerja. Besaran jatah tersebut tetap diputuskan oleh pemerintah.
Arcandra mengatakan pemerintah bakal menerbitkan aturan pajak khusus untuk skema gross split. Regulasi dibutuhkan sebagai kepastian investasi untuk 15 blok migas yang saat ini masih dalam tahap lelang. "Gross split itu untuk kontrak baru dan kontrak yang terminasi, kata dia terkait wilayah kerja Pertamina.
ROBBY IRFANY