TEMPO.CO, Kuching - Sekalipun eksploitasi lahan gambut dilarang di Cina, pemanfaatan lahan gambut di negara itu ternyata tetap diperbolehkan. Bahkan industri berbasis lahan gambut ini berpotensi berkembang hingga sebesar 230 miliar yuan (US$ 34,69 miliar) pada 2020. Produk-produk turunan dari industri berbahan dasar gambut ini di antaranya pupuk, bunga, dan taman vertikal untuk perkotaan.
"Pemerintah mengizinkan pengembangan new life activity, konstruksi industri yang lebih ramah lingkungan, termasuk berbasis lahan gambut," kata Xiancheng Zheng, President China Humic Acid Industry Association, dalam 15th International Peat Congress, di Kuching, Sarawak, Rabu, 17 Agustus 2016.
Zheng menjelaskan, saat ini sudah ada 1,5 juta meter kubik yang dimanfaatkan industri. Dari luas lahan tersebut, sekitar 90 persen diperuntukkan pertanian. Para pemain dalam industri berbasis lahan gambut ini biasanya adalah pengusaha skala kecil dengan total output 5 juta meter kubik produk. Dengan 1 juta meter kubik di antaranya sudah menjadi komoditas ekspor.
Zheng mengatakan ada dua alasan pemerintah Cina mengizinkan pemanfaatan lahan gambut, bahkan mulai menjadikan gambut sebagai salah satu industri strategis. Alasan pertama adalah adanya peluang tinggi untuk pemanfaatan ekonomi.
Alasan kedua adalah adanya peningkatan kebutuhan tanaman pangan setelah second child policy. Dengan adanya kebijakan anak kedua ini, menurut Zheng, ada potensi peningkatan populasi dari 1,2 miliar jiwa menjadi 1,6 miliar jiwa.
15th Peat International Congress merupakan kongres internasional gambut pertama yang diadakan di Asia Tenggara. Sekitar 1.000 orang akademikus, pelaku industri, asosiasi-asosiasi gambut seluruh dunia, hingga pemerintah beberapa negara turut hadir. Kongres ini diharapkan bisa meningkatkan bukti-bukti ilmiah terkini mengenai lahan gambut tropis.
ARYANI KRISTANTI