TEMPO.CO, Jakarta - Badan Ekonomi Kreatif mendukung eksistensi virtual office di Indonesia. Mereka beralasan bahwa pedagang usaha kecil dan menengah (UKM) dan bisnis startup pasti mati jika tak ada penyedia virtual office di Indonesia.
“Pengusaha startup tidak ada lagi jika tidak ada virtual office," kata Deputi Bidang Infrastruktur Bekraf Hari Santoso Sungkari dalam rilisnya kepada Tempo, Jumat, 22 Januari 2016. Hari mencontohkan di negara lain, virtual office sudah diperbolehkan karena, menurut dia, bermanfaat.
"Pengusaha pemula startup di Amerika misalkan, mereka bisa sangat sukses sekarang tapi dulunya kerja juga di garasi, di kantor bersama,” ujarnya. Hari mendukung kementerian terkait dengan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) agar bisa duduk bersama supaya tidak terjadi kesalahan saat mengeluarkan suatu kebijakan yang taktis.
“Kementerian terkait, PTSP, dan stakeholder lain, seperti Perhimpunan Jasa Kantor Bersama, perlu duduk bersama dan relaksasi kebijakan ini bersama agar punya titik temu," ujarnya.
Hari menambahkan, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil bahkan sudah membolehkan virtual office. Menurut dia, pengusaha perlu solusi dari pemerintah melalui penyediaan virtual office ini, karena pengusaha pemula belum memiliki pendapatan sehingga tidak bisa menyewa gedung atau ruko.
Baca: Kantor Bersama, Berbagi Ruang Kerja di Jakarta
Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif Fadjar Hutomo menyatakan virtual office ini erat pula kaitan nya dengan fenomena global yang ada. “Sistem virtual office ini merupakan fenomena penyebaran ekonomi yang menjadi tren global," ujar fadjar.
Dia menambahkan, hal ini merupakan salah satu bentuk inovasi yang berujung pada efisiensi, karena ini yang dilihat oleh pengusaha pemula. "Pertumbuhan virtual office dan co working space pasti berkorelasi positif dengan pertumbuhan wirausaha baru, yang di mana ini merupakan keinginan dari presiden dalam kemudahan berbisnis di Indonesia,” ujar Fadjar.
Badan Ekonomi Kreatif menyatakan tetap mendukung eksistensi virtual office di Indonesia dan akan memberikan masukan-masukan positif kepada kementerian terkait serta pemangku kebijakan. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan pemerintah daerah sejalan dengan pemerintah pusat.
Baca: Apa Sebenarnya Bisnis Startup itu?
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menilai kemudahan berbisnis di Indonesia belum ada perubahan yang signifikan. Jokowi menginginkan kemudahan berbisnis di Indonesia setara dengan Singapura.
Pada 2015, indeks kemudahan berbisnis di Indonesia berada di peringkat 109 dari 189 negara yang disurvei. Hanya naik tipis dari peringkat 2014 yaitu 120. "Kalau penurunan kita hanya seperti ini terus, untuk masuk ke ranking seperti Singapura. Singapura itu rankingnya 1, Malaysia itu ranking 18. Jadi berapa tahun kita baru sampai," ujar Jokowi kepada para menteri, saat membuka rapat kabinet, Rabu, 20 Januari 2016.
ARIEF HIDAYAT