TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Dwi Soetjipto mengatakan kerugian Pertamina dihitung tiap tiga bulan. "Jadi (kerugian) sebelum tiga bulan lalu, ya sudah, itu enggak lagi diperhitungkan," kata Dwi seusai rapat di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin, 21 Desember 2015.
Dwi menyatakan menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melihat jumlah kerugiannya. "Kesepakatannya, kita akan tunggu evaluasi tiga bulan," ujar Dwi.
Jika dihitung satu tahun, kata dia, Pertamina masih rugi. Berdasarkan data Pertamina Januari hingga November 2015, Pertamina rugi Rp 12 triliun.
Evaluasi triwulan, Dwi berujar, akan memanfaatkan pertimbangan strategis untuk perusahaan milik negara ini. "Ini kan korporasi, kami harus melihat plus-minusnya."
"Kalau bisa dijadikan PMN (Penyertaan Modal Negara), bagus. Jadi aspek yang memberatkan perusahaan bisa dieliminasi," ucap Dwi. Ia juga belum menjawab soal harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar tahun depan.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang pernah mengatakan perseroan mengalami kerugian jika menjual premium dengan harga Rp 7.300-7.400 per liter. "Dengan formula penghitungan harga yang ditetapkan pemerintah, harga keekonomian premium saat ini lebih dari Rp 7.600 per liter," katanya, Jumat, 11 Desember 2015.
Ahmad mengklaim Pertamina sudah berupaya membuat pengadaan minyak lebih efisien untuk menekan kerugian saat menjual premium. Namun upaya penghematan itu tidak mampu menekan faktor eksternal yang mengerek harga BBM, yakni menguatnya kurs dolar AS. "Hal ini yang membebani kami saat mengimpor BBM."
REZKI ALVIONITASARI/ROBBY IRFANI