TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunana Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil mengatakan Jepang takkan maju membuat proyek kereta cepat. Sebab, skema yang tawarkan pemerintah Indonesia tak sesuai dengan keinginan Jepang.
"Jepang tak mungkin melakukan dengan B to B," ujar Sofyan di kantornya, Rabu, 23 September 2015. B to B yang dimaksud Sofyan adalah skema proyek murni bisnis. Berlawanan dengan keinginan Jepang yang mengharapkan skema government to government (G to G) yang dijamin negara.
Karena itulah, Sofyan yakin Jepang akan undur diri dari proyek kereta cepat. Pemerintah sudah berkomitmen takkan memberi jaminan sepersen pun dalam proyek ini. "Tak ada urusannya dengan negara dan Bappenas lagi," kata Sofyan.
Lepas dari campur tangan pemerintah, Kementerian Badan Usaha Milik Negara menyatakan akan melanjutkan kereta cepat yang diperebutkan oleh Jepang dan Cina tersebut. Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan akan membentuk konsorsium BUMN sebagai pelaksana pengerjaan proyek.
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara (Persero) VIII dihimpun untuk menggarap megaproyek senilai Rp 87 triliun tersebut. “Jadi, pasti jadi tahun ini,” ujar Rini, beberapa waktu lalu.
Seperti dikutip Kantor Berita Antara, Rini mengatakan Cina menyanggupi skema bisnis tanpa adanya jaminan pemerintah. "Mereka bahkan setuju untuk ikut membangun stasiun-nya, disertai alih teknologi. Dengan demikian, karena ini dilakukan secara B to B, maka harus ada keuntungan yang kita dapat, termasuk alih teknologi," ujar Rini di Beijing pekan lalu.
ANDI RUSLI | ANTARA