TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan pembinaan penambang timah ilegal masih tersendat. Salah satu alasannya adalah hambatan teknis yang melarang pertambangan rakyat memakai alat berat.
"Penambang rakyat hanya diperbolehkan memakai cangkul dan sekop," ujar Pelaksana Tugas Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Adhi Wibowo, Rabu, 16 September 2015.
Baca Juga:
Adhi mengatakan terdapat hampir 10 ribu penambang ilegal yang tersebar di Bangka Belitung serta Kepulauan Riau. Para penambang beroperasi di luar wilayah kerja PT Timah.
Penambang ilegal, kata Adhi, ingin bekerja dengan Izin Usaha Pertambangan Rakyat(IUPR) yang diatur secara teknis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun izin tidak diberikan Kementerian lantaran sebagian besar penambang mengeruk timah dengan menggunakan alat berat.
Selain itu, penambang juga dilarang menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 tenaga kuda. Kedalaman sumur dibatasi hanya sedalam 25 meter.
Adhi berujar para penambang tersebut juga enggan bergabung menjadi mitra lantaran bayaran yang diterima jauh lebih kecil dibanding penerimaan mereka dari pengerukan selama ini. PT Timah diketahui hanya membayar biaya jasa kepada para mitra. "Pembayaran biaya jasa saja karena pada dasarnya jika menjadi mitra, mereka beroperasi di wilayah yang timahnya dimiliki perseroan," ucap Adhi.
Menurut Sekretaris Perusahaan PT Timah (Persero) Tbk Agung Nugroho, peseroan mendapatkan keuntungan besar dari kontribusi mitra resmi. Tercatat, produksi bijih timah perseroan semester ini mencapai 14.383 ton, 50 persen di antaranya berasal dari mitra.
Agung menyadari masih ada penambang ilegal yang beroperasi di wilayah perusahaannya. Dari catatan perusahaan, ada sekitar 6400 penambang ilegal yang beroperasi di 1600 unit atau area pengerukan. "kalau satu penambang mengambil 50 kilogram timah setiap hari, sudah berapa yang hilang," kata Agung saat dihubungi.
Adhi menyadari kebuntuan ini. Menurut dia, sebagai solusi, pemerintah bakal mengubah kebijakan yang mampu mendongkrak minat penambang menjadi mitra perseroan.
Salah satu usulan yang mengemuka adalah mengubah skema kemitraan. "Kalo tidak applicable, skema pasti diubah. Kalo diubah mereka akan skema mitra yang sudah ada juga akan berganti," kata Adhi.
Pembahasan bakal diinisiasi oleh Kementerian Koodinator Bidang Kemaritiman. Solusi juga bakal menampung aspirasi pemenuhan aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan lingkungan hidup yang dibahas bersama kementerian dan lembaga lainnya.
ROBBY IRFANY