TEMPO.CO, Surabaya - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah mengusut tuntas kasus peredaran dan penjualan beras palsu atau dikenal dengan beras plastik di Tanah Air.
Ketua YLKI Jawa Timur Said Utomo menyarankan penelusuran dilakukan dari tingkat pusat ke daerah. Said meyakini beras palsu tidak hanya beredar di daerah tertentu, tapi sudah menjalar ke semua daerah di Indonesia. “Ini berarti pemerintah menjalankan fungsi pengawasan sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999,” ucapnya, Rabu, 20 Mei 2015.
Baca Juga:
Temuan ini mengindikasikan bahwa selama ini pemerintah dari tingkat pusat sampai daerah tidak bersinergi untuk melakukan pengawasan secara masif, baik saat mengimpor beras maupun pendistribusian di seluruh daerah.
Selama ini, kata Said, pemerintah terkesan hanya menunggu jika ditemukan konsumen yang menjadi korban dalam pemberitaan media massa. Said menuding pemerintah tidak serius melakukan pengawasan terhadap peredaran produk makanan ataupun obat. "Khususnya produk-produk kebutuhan bahan pokok."
Sebab, dari temuannya, Said melanjutkan, tidak hanya beras yang sering dipalsukan. Pengusaha dan distributor curang sering memalsukan sejumlah komoditas penting. "Di antaranya kecap, minyak goreng, saus, dan sejumlah produk kebutuhan pokok lain," ucap Said.
Said memperkirakan setiap hari ada satu orang yang menjadi korban produk-produk makanan palsu. “Sekarang bayangkan, 100 ribu ton beras dicampur 10 ton plastik. Kan, tidak akan terlihat,” ujarnya.
Karena itu, dia berharap pemerintah bertindak tegas terhadap pengusaha dan distributor yang curang. Sebab selama ini pemerintah tidak pernah sekali pun menjerat pelaku sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen, sanksi itu sudah tegas. Oknum pengusaha bisa diseret ke meja hijau dan dipenjara maksimal 5 tahun,” ucap Said. Dia juga mengkritik pengawasan di Jawa Timur yang terkesan lamban. Sampai saat ini, kata dia, pemerintah daerah tidak bertindak apa pun atas adanya temuan beras palsu di sejumlah daerah. “Kalau di Jatim tidak ada (temuan) bukan berarti benar tidak ada. Tapi pengawasan di Jatim tidak jalan,” katanya.
AVIT HIDAYAT