Si calo meminta uang muka 50 persen dari harga kesepakatan. Setelah itu, wajah calon penumpang direkam dengan menggunakan ponsel. Ia lalu pergi entah ke mana dengan membawa foto si calon penumpang. Tak sampai tiga jam, KTP “jadi-jadian” dan tiket sudah diterima oleh calon penumpang tadi.
“Kalau nanti tidak bisa masuk, telepon saya. Kami di sini terus sampai malam,” ujarnya memberi jaminan. Ia menyebutkan, pada masa Lebaran, ratusan penumpang lolos dengan cara itu.
KTP palsu ini terlihat serupa dengan bentuk aslinya, kecuali tidak ada serat berwarna dalam blangko. KTP ini juga tidak memiliki cetakan sidik jari. Alamat palsu calon penumpang tertulis di Bekasi, Jawa Barat. Menurut si calo, sudah tidak ada lagi orang di sekitar stasiun yang berani mencetak KTP palsu. “Makanya kami lari ke Bekasi. Di sana mereka masih berani,” ujarnya.
Menjelang keberangkatan kereta, Tempo menyaksikan calon penumpang tersebut berjalan ke pintu masuk peron. Seorang petugas keamanan stasiun memeriksa tiket dan KTP calon penumpang itu dengan disaksikan tiga petugas lainnya. Berbekal tiket serta KTP yang berasal dari calo, calon penumpang ini lolos dari pemeriksaan.
Sumber Tempo mengalami hal serupa pada masa mudik Lebaran lalu. Untuk mendapatkan tiket bagi sumber Tempo, calo memanfaatkan situs web Citosconnection.com. Melalui situs ini, calo mendapatkan kata kunci untuk dimasukkan ke situs Paditrain agar bisa melihat ketersediaan tiket kereta yang batal.
Menurut calo, situs Paditrain menguntungkan karena bisa mengunci tiket yang sudah dipesan namun belum dibayar dalam waktu 45 menit. Bedanya, ketika itu, sumber Tempo menggunakan tiket atas nama orang lain yang batal berangkat. Agar sesuai dengan nama pada tiket, calo membuatkan KTP palsu dengan modus yang sama.