TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan renegosiasi kontrak karya pertambangan ditargetkan selesai bulan depan. "Kami harapkan Juli selesai atau sebelum pemerintahan berganti," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Saleh Abdurrahman saat dihubungi Tempo, Selasa, 3 Juni 2014.
Hingga saat ini masih ada pihak yang belum menyetujui pemberlakuan royalti serta divestasi. Namun, Saleh mengklaim sudah ada banyak kemajuan. "Kami teruskan semaksimal mungkin," kata Saleh.
Pada 7 Maret 2014, sudah ada 25 perusahaan pemegang KK dan PKP2B yang menandatangani nota kesepahaman renegosiasi kontrak. Renegosiasi dilakukan atas dasar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara dengan mengubah enam poin dalam kontrak karya. (Baca:25 Perusahaan Tanda Tangan MoU Kontrak Karya)
Poin-poin tersebut adalah wilayah kerja, kelanjutan operasi pertambangan, penerimaan negara, kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, kewajiban divestasi serta kewajiban penggunaan tenaga kerja lokal, barang dan jasa pertambangan dalam negeri.
Pengamat kebijakan ekonomi dari Perkumpulan Prakarsa Wiko Saputra mengatakan kebijakan-kebijakan bersifat fundamental harus dihindari menjelang pemilihan presiden. "Seperti renegosiasi kontrak karya pertambangan dan kenaikan harga bahan bakar minyak," kata dia. (Baca:Vale Segera Rampungkan Renegosiasi Kontrak Karya)
Menurut dia, megaproyek seperti Jembatan Selat Sunda pun perlu dihentikan menjelang pemilihan presiden. Wiko khawatir proyek itu memicu konflik kepentingan dari pemerintah saat ini karena masa tugas yang akan berakhir. Apalagi dilihat dari tren yang ada saat ini, perusahaan-perusahaan pertambangan cenderung menjalankan renegosiasi sekarang, bukan dengan pemerintahan mendatang.
"Karena ada peluang lemahnya posisi tawar pemerintah saat ini terhadap kepentingan asing atau mereka," ucapnya. Wiko berharap proses renegosiasi kontrak karya pertambangan dihentikan sementara dan dilanjutkan pada periode pemerintahan baru mendatang. (Baca:Hatta: Kontrak Freeport Tunggu Pemerintahan Baru)
Selain itu, ia pun menilai kenaikan harga BBM tidak perlu segera dilakukan. Pemerintah lebih baik menyiapkan rencana tematis untuk kenaikan harga BBM. Sebab, ini dinilai penting untuk mengevaluasi kebijakan subsidi BBM.
Subsidi BBM perlu dikurangi karena sangat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan kebijakan fiskal pemerintah. Namun, ia mengusulkan pengurangan subsidi dijalankan pemerintah mendatang. "Jangan sekarang karena bisa menimbulkan efek negatif terhadap keseimbangan ekonomi," ucap Wiko.
MARIA YUNIAR
Terpopuler:
Diduga Mencurigakan, Ini Isi 14 Rekening Anggito
Dibidik Tersangka, Anggito Kembalikan Uang ke KPK?
Kasus Haji, PPATK: Rekening Anggito Mencurigakan
116 Pegawai Kementerian Agama Masuk Daftar Hitam
Honorer Ini Tarik Rp 1,4 Miliar di Rekening Haji