TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dan PT Freeport telah menyepakati beberapa poin dalam negosiasi ulang kontrak karya pertambangan. Poin yang disepakati, menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara R. Sukyar, adalah luas wilayah tambang, kenaikan royalti menjadi 3,75 persen, dan rencana pembangunan smelter. "Negosiasi masih dilakukan," ujarnya, Jumat, 11 April 2014. (Baca: Pemerintah Pasrah Freeport Tak Setor Dividen)
Meski telah menyepakti beberapa poin dalam negosiasi, kata dia, Freeport belum sepakat menyangkut divestasi saham. "Masalah divestasi, kami belum deal," kata Sukyar.
Dia mengatakan pemerintah akan mendesak perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu melepas 30 persen sahamnya kepada Indonesia. Angka ini lebih rendah dari ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang kewajiban divestasi sebanyak 51 persen saham.
Menurut Sukyar, permintaan hanya mendivestasikan 30 persen saham karena Freeport masih membutuhkan investasi tambang bawah tanah di Grasberg, Papua. "Pemerintah mintanya 30 persen. 51 persen itu kan angka maksimum, tergantung investasinya." (Baca: Soal Saham Freeport, Pemerintah Akhirnya Melunak)
Sebelumnya, kata Sukyar, pemerintah akan memperpanjang kontrak Freeport, yang akan berakhir 2021, asalkan perusahaan itu melepas 30 persen sahamnya. Sampai saat ini manajemen Freeport belum menyatakan setuju atau tidak atas permintaan pemerintah.
ALI N.Y. | PINGIT ARIA
Terpopuler
Punya Pesawat Mirip RI, Presiden Ini Terjungkal
Siapa Dua Pilot Pesawat Baru Kepresidenan RI?
Jalan Sudirman Ambles, Jokowi: Itu Wewenang Pusat
Kalah, Caleg Seksi Talita Pasrah