TEMPO.CO, Jakarta - Rencana kenaikan tarif dasar listrik membuat biaya produksi membengkak. Hal itu membuat sejumlah pengusaha berancang-ancang untuk menaikkan harga jual.
Wakil Ketua Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetik Indonesia, Putri K. Wardani, mengatakan biaya pokok penjualan akan membengkak 15-16 persen. Akibatnya, industri kosmetik mesti siap-siap menaikkan harga jual. “Kenaikan harga juga terjadi untuk produk sehari-hari seperti sabun, sampo dan lain-lain,” kata Putri, kemarin.
Kenaikan tarif listrik juga mengerek biaya produksi industri elektronika. Ketua Gabungan Elektronika Indonesia, Ali Soeyitno, mengatakan biaya produksi akan terdongkrak 2,33-10,9 persen. “Rata-rata penggunaan listrik di industri elektronika adalah 5-15 persen untuk proses material dan 0,5-1,5 persen untuk proses produksi,” kata Ali.
Tak hanya industri, kenaikan tarif listrik juga akan menaikkan biaya operasional perusahaan ritel. Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Satria Hamid, beberapa waktu lalu mengatakan sejumlah perusahaan sudah bersiap menaikkan harga jual. Selain listrik, sejumlah biaya juga pasti naik, seperti upah buruh dan melemahnya nilai tukar rupiah. Dia memperkirakan kenaikan harga jual akan berkisar 15-20 persen.
Pemerintah berencana mencabut subsidi listrik untuk empat kelompok pelanggan mulai awal tahun depan. Kebijakan itu berlaku untuk pelanggan rumah tangga besar (R3) dengan daya 6.600 VA ke atas. Kelompok lain yang terkena adalah golongan bisnis menengah (B2) dengan daya 6.600-200.000 VA, bisnis besar (B3) dengan daya di atas 200 kVA, dan kantor pemerintah sedang (P1) dengan daya 6.600-200.000 VA.
Baca Juga:
Pengamat dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam, mengakui keuntungan pengusaha bakal terpangkas akibat kenaikan tarif dasar listrik. Sedangkan, di sisi lain tidak akan mudah menaikkan harga jual karena daya beli konsumen sedang melorot.
ANGGA SUKMA | GALVAN YUDISTIRA | APRILIANI GITA FITRIA