TEMPO.CO, Denpasar - Sekitar seribu orang demonstran, yang terdiri dari para buruh, petani dan aktivis LSM, menggelar aksi anti-WTO di kawasan Renon, Denpasar, hari ini, Selasa, 3 Desember 2013. Petani Korea dan India termasuk di antara demonstran yang menentang keberadaan organisasi perdagangan bebas dunia itu.
Petani Korea tampil atraktif dengan pakaian tradisional mereka. Selain itu, alat musik perkusi berupa gendang juga terus dipukul bertalu-talu dalam irama yang sangat rancak untuk menarik perhatian. Mereka pun mengusung keranda bertuliskan "End WTO". Aksi ini membangkitkan semangat para demonstran lainnya.
Partisipan internasional lainnya datang dari India, yakni dari Bharatiya Kisan Union (BKU), yang merupakan serikat tani terbesar di negara itu. "Kami tidak mau terikat dalam negosiasi WTO sampai kapan pun, WTO tidak melakukan apa pun untuk petani," kata Yudhvir Singh, pemimpin organisasi ini. Dalam jangka panjang , kata dia, perdagangan bebas berarti kematian untuk petani, dan karenanya, petani di India tak akan pernah menerima kesepakatan macam itu.
Sementara itu, dari Bali, turut berpartisipasi gerakan ForBali, yakni kelompok yang menolak dilakukannya reklamasi di kawasan Teluk Benoa, Badung. Reklamasi ini rencananya akan dilakukan oleh PT Tirta Wahana Bali Indonesia (TWBI), yang telah mendapatkan izin untuk melakukan studi kelayakan dari Gubernur Bali. Reklamasi rencananya akan menguruk laut, sehingga akan terdapat lahan seluas 845 hektare untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata.
Unjuk rasa dilakukan dengan mengitari kompleks Monumen Badjra Sandhi, Renon. Di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bali, massa sempat menjemput petani dari Sumber Klampok, Jembrana, yang sedang memperjuangkan hak atas tanah mereka dengan menemui anggota DPRD Bali. Ratusan hektare tanah mereka hendak dikuasai kembali oleh Pemerintah Provinsi Bali, yang mengklaim tanah para petani itu sebagai tanah negara.