TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku pasar sudah mengantisipasi berbagai kemungkinan yang ditimbulkan apabila bank sentral Amerika (The Fed) jadi mengurangi stimulus moneter. Nanti malam, pertemuan FOMC Meeting memasuki hari kedua di mana kemungkinan besar Chairman The Fed, Ben Bernanke, akan mengumumkan pengurangan alokasi pembelian obligasi berbasis agunan dan aset treasury tahap ketiga (QE3) yang dimulai sejak September 2012.
Analis dari PT Mega Capital Indonesia, Gene Richard, mengatakan pasar sudah sudah mengantisipasi apabila The Fed jadi mengurangi stimulus moneternya. "Pelaku pasar sudah tahu dari jauh hari bahwa program pembelian obligasi akan dikurangi."
Karena itu, Richard optimistis tindakan The Fed tidak akan membuat pasar mengalami crash. Lagi pula, kata dia, kecemasan pasar sudah terepresentasikan dari aksi jual besar-besaran pada akhir Agustus lalu di mana indeks sempat menyentuh level terendah 3.800.
Menurut dia, posisi asing yang sudah mencatat penjualan bersih membuat tekanan jual nantinya tidak akan terlalu besar. Pada awal tahun ini, posisi asing di pasar saham masih mencatat nett buy Rp 20 triliun dan sekarang sudah nett sell Rp 7 triliun. "Karena barang jualan asing mulai habis, kemungkinan koreksi tidak akan terlalu dalam," katanya.
Analis dari PT Monex Investindo Futures, Albertus Christian, mengatakan efek dari pengurangan stimulus tidak akan terlalu parah. "Hal itu karena program pembelian obligasi senilai US$ 85 miliar per bulan tidak dipangkas seluruhnya, namun secara bertahap."
Menurut Albertus, masifnya aksi jual di pasar keuangan yang terjadi sejak awal semester kedua merupakan hal yang wajar karena pasar berkembang sedang mengalami masa normalisasi. "Karena terbiasa dengan banjir likuiditas, maka timbul kepanikan ketika dana yang parkir tersebut ditarik lagi ke negara maju."
Investor asing kini mulai mengalihkan portofolionya dari negara berkembang ke Eropa dan Amerika Serikat karena risiko investasinya lebih rendah. Ekonomi mulai pulih, nilai tukar dan inflasi juga terjaga. Hal itu berbeda dengan kondisi ekonomi negara berkembang yang mudah goyah. Meskipun pasar berkembang menjanjikan imbal hasil lebih tinggi, faktor keamanan investasi tampaknya menjadi pilihan utama asing.
PDAT | M. AZHAR